WahanaNews.co | Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menilai perubahan regulasi mengenai BPJS Kesehatan khususnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, membuat tata kelola institusi tersebut terlihat amatiran.
Bahkan tak sedikit membuat kebingungan sejumlah peserta. Di satu sisi dari aspek iuran ingin dimaksimalkan, namun aspek manfaatnya justru terus-menerus dikoreksi.
Baca Juga:
Pernah Diabaikan Fadli Zon, Komeng Usulkan Hari Komedi Nasional jika Jadi Anggota DPD
“Jika cara kerja Pemerintah seperti itu, bagaimana orang akan tertarik menjadi peserta?” jelas Fadli Zon, Selasa (1/3).
Perubahan regulasi tersebut, lanjut Fadli, terlihat jelas pada Oktober 2019 lalu.
Dimana Presiden Jokowi pernah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kelas I dari semula Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per bulan. Kelas II dari semula Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu per bulan dan Kelas III dari semula Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per bulan.
Baca Juga:
Soal Gibran Jadi Capres Prabowo, Fadli Zon Bicara tentanh 'Garis Tangan'
Anehnya, tambah Fadli, Bulan Mei 2020, Presiden kembali mengeluarkan Perpres No 64 Tahun 2020 yang merevisi kembali iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai 1 Juli 2020. Dimana iuran Kelas I ditetapkan jadi Rp150 ribu, Kelas II Rp 100 ribu dan Kelas III Rp 42 ribu.
“Bongkar pasang regulasi hanya dalam hitungan bulan semacam itu tentu saja sangat membingungkan para peserta BPJS,” ujarnya.
Yang terbaru, pemerintah berencana menghapuskan kelas rawat inap BPJS, namun hingga saat ini peserta masih ditarik iuran berdasarkan kelas.
“Ini kan tidak adil bagi peserta yang membayar iuran lebih mahal. Bisa jadi peserta selama ini membayar iuran Kelas I, tetapi saat giliran mereka mengklaim manfaat. Mereka hanya bisa mengklaim standar rawat inap yang saat ini sebenarnya milik Kelas II,” ungkapnya.
Dengan demikian, Fadli melihat Intruksi Presiden (Inpres) ini dikeluarkan semata-mata hanya untuk mengejar dan mengumpulkan dana publik sebanyak-banyaknya.
Mulai dari isu dana JHT (Jaminan Hari Tua) di BPJS Ketenagakerjaan, hingga syarat kepesertaan BPJS Kesehatan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022.
“Isu pokoknya sebenarnya bukanlah untuk melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat, melainkan negara sedang menjadikan rakyatnya sebagai sapi perah untuk menjaga keseimbangan keuangan pemerintah,” tutupnya. [bay]