WahanaNews.co, Jakarta – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat) menggugat Presiden RI Joko Widodo dan Keluarga atas dugaan nepotisme untuk membangun dinasti politik. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini telah teregister dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT pada Jumat, (12/1/2024).
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bakal menggelar sidang proses dismissal atau proses penelitian terhadap gugatan tersebut, Selasa (23/1/2024).
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
"Agenda sidang adalah proses dismissal," kata perwakilan penggugat, Petrus Selestinus, melansir Kompas.com, Senin (22/1/2023) malam.
Adapun gugatan ini diajukan TPDI dan Perekat Nusantara lantaran Presiden Jokowi dinilai telah melakukan nepotisme untuk membangun dinasti politik.
Petrus mengatakan, tindakan yang dilakukan Kepala Negara bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, Undang-Undang (UU) dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
Baca Juga:
Gugatan Ghufron Ditolak PTUN DKI, Putusan Etik Dibacakan 6 September
“TPDI dan Perekat Nusantara melihat nepotisme dinasti politik Presiden Joko Widodo telah berkembang sangat cepat sehingga telah menjadi ancaman serius terhadap pembangunan demokrasi,” kata Petrus kepada Kompas.com pada (15/1/2024).
“Secara absolut (tindakan ini) akan menggeser posisi kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Lembaga Kepresidenan,” ujarnya lagi.
Petrus menilai, reformasi yang dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh nepotisme dinasti politik Jokowi hanya dalam waktu satu tahun terakhir yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku presiden.
Tindakan yang dilakukan oleh eks Gubernur DKI Jakarta itu dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.
Bahkan, menurut Petrus, nepotisme ini tidak hanya menguasai suprastruktur politik di eksekutif dan legislatif, tetapi juga menguasai dan menyandera lembaga yudikatif yakni MK selaku pelaksana kekuasaan kehakiman.
“Ketika Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi. Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya,” kata Petrus.
“Apa yang terjadi dengan MK selama Anwar Usman menjabat Ketua MK, telah meruntuhkan wibawa dan mahkota MK,” ujarnya lagi.
Petrus menilai, kemerdekaan dan kemandirian MK yang dijamin oleh Pasal 24 UUD 1945 dirusak hanya demi kepentingan nepotisme dinasti politik.
Hal ini dinilai melanggar TAP MPR No.XI /MPR/1998 dan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Petrus berpandangan, daya rusak dari nepotisme dinasti politik adalah peran kedaulatan rakyat sebagai hal paling esensi dalam demokrasi menjadi korban.
[Redaktur: Alpredo Gultom]