WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Djuyamto, disebutkan bahwa gugatan tersebut seharusnya diajukan secara terpisah, mengingat Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus berbeda—yakni dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan dugaan suap kepada penyelenggara negara.
Baca Juga:
Jokowi Soal Tuduhan Keluarganya Terlibat Kasus Hukum: Jika Ada Bukti, Silakan Periksa
"Permohonan praperadilan ini seharusnya diajukan dalam dua permohonan terpisah, bukan dalam satu permohonan," ujar Djuyamto dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Akibatnya, gugatan yang menggabungkan keberatan terhadap dua surat perintah penyidikan dan status tersangka dalam satu permohonan dinilai tidak memenuhi syarat formil praperadilan.
Hakim pun mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh KPK.
Baca Juga:
Penahanan Hasto, DPP PDIP: Kami Anggap Sebagai Serangan Terhadap Partai
Dua Kasus
Hasto Kristiyanto diduga terlibat dalam dua kasus yang berkaitan dengan buronan Harun Masiku, mantan calon anggota legislatif PDIP.
Hasto bersama pengacara Donny Tri Istiqomah diduga terlibat dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Suap senilai Rp600 juta itu diberikan kepada komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku bisa lolos sebagai anggota DPR.
Perintangan Penyidikan
Dalam kasus ini, Hasto diduga mengumpulkan dan mengarahkan saksi agar memberikan keterangan tidak sesuai fakta. Ia bahkan memerintahkan seorang penjaga rumahnya, Nur Hasan, untuk menyuruh Harun Masiku merendam ponselnya dalam air dan melarikan diri saat proses tangkap tangan KPK.
Selain itu, ia juga meminta stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan gawainya pada 6 Juni 2024, tepat sebelum ia diperiksa sebagai saksi.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, Pasal 21, dan Pasal 13 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkembangan terbaru, KPK telah mencegah Hasto dan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Selain itu, pada 7 Januari 2025, penyidik juga telah menggeledah dua rumah Hasto di Bekasi, Jawa Barat, dan Kebagusan, Jakarta Selatan, serta menyita sejumlah alat bukti berupa catatan dan barang bukti elektronik.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]