Wahananews.co |
Secara resmi, pemerintah telah membubarkan Ormas Front Pembela Islam (FPI) lantaran
dinilai bertentangan dengan hukum. Kemenkopolhukam juga minta masyarakat agar
segera melapor ke polisi jika mendapati pihak yang masih menggunakan atribut
dan simbol FPI.
Kapolri bahkan telah mengeluarkan maklumat kepada masyarakat
untuk tidak menyebarluaskan konten FPI di media sosial. Namun, eks Ketua
Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, menilai tidak ada ketentuan pidana soal
larangan penyebaran konten FPI.
Baca Juga:
UU Minerba, Putusan MK: Inkonstitusional Bersyarat!
"Karenanya, siapa pun yang mengedarkan konten FPI,
tidak dapat dipidana. Sekali lagi, objek larangan adalah kegiatan yang
menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI," kata Hamdan dikutip dari
Twitternya, Minggu (3/1).
Menurut Hamdan, berdasarkan putusan MK No. 82/PUU-XI/2013,
setidaknya ada tiga jenis ormas di Indonesia, yakni ormas berbadan hukum, ormas
terdaftar, dan ormas tidak terdaftar. Ormas tidak terdaftar, dalam hal ini FPI,
tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan ormas
terdaftar mendapat pelayanan negara.
"UU tidak mewajibkan suatu ormas harus terdaftar atau
harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan berserikat dilindungi
konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan ormas jika kegiatannya
menggangu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan
moral," kata Hamdan yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI 2020-2025
ini.
Baca Juga:
Dituding gunakan pendekatan hukum Hitler, Yusril: Saya atau Pak SBY?
Meski demikian, Hamdan menegaskan, negara dapat membatalkan
badan hukum atau pendaftaran ormas. Sehingga, ormas tersebut tidak berhak
mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan
UU.
"Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi
itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi
teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi
kejahatan," pungkasnya.
Dalam poin Maklumat Kapolri yang dikeluarkan tanggal 1
Januari 2021, tercantum larangan bagi yang mengunggah konten mengenai FPI di
media sosial. Namun, tak ada ancaman pidana yang tertera di dalamnya.
"Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan
konten terkait FPI, baik melalui website ataupun media sosial," tulis
Kapolri Jenderal Idham Azis dalam maklumat tersebut, Jumat (1/1).
Bila maklumat dilanggar, siapa pun yang kedapatan
menyebarluaskan konten FPI akan ditindak. Sayangnya, Kapolri tak merinci sanksi
tersebut.
"Apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan
maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang
diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun
diskresi kepolisian," tegas Idham. [dhn]