WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pengacara Hotman Paris membela kliennya, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim, yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022, menegaskan bahwa Nadiem tidak menerima uang satu sen pun dari proyek senilai Rp9,3 triliun tersebut, Kamis (4/9/2025).
"Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada, satu rupiah yang jaksa temukan uang masuk ke kantongnya Nadiem," ujar Hotman Paris kepada wartawan.
Baca Juga:
Kejagung Sebut Nadiem Langgar 3 Aturan hingga Negara Rugi Rp1,9 Triliun
"Sama persis dengan kasus Lembong, tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop," imbuhnya.
Hotman Paris menambahkan, saat proyek pengadaan laptop dijalankan di Kemendikbud, Google memang melakukan investasi di Gojek, namun ini bukan pertama kali dan telah terjadi empat kali sebelumnya dengan nilai yang sesuai harga pasar, sehingga ia menegaskan investasi Google murni sebagai investor saham di Gojek dan tidak ada unsur sogok-menyogok.
"Google itu perusahaan raksasa dunia. Enggak mungkin dia main sogok-sogokan. Google hanya murni investor di Gojek dan sudah lama jadi investor saham di Gojek, jauh sebelum Nadiem menjadi Menteri," pungkas Hotman Paris.
Baca Juga:
Mahfud MD Bongkar Kekeliruan Fatal Kejagung saat Umumkan Nadiem Tersangka
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022, di mana Kemendikbud membeli 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di daerah 3T dengan total anggaran Rp9,3 triliun menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook yang dianggap tidak efektif karena keterbatasan akses internet.
Selain Nadiem, empat orang lain juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021 Mulyatsyah, Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021 Sri Wahyuningsih, mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Jurist Tan, dan mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief.
Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun akibat proyek ini, terdiri dari kerugian item software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan mark up harga laptop sekitar Rp1,5 triliun.