WahanaNews.co | Pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin mengungkapkan, masuknya dana dari Yayasan ACT ke Koperasi Syariah 212 sebesar Rp 10 miliar untuk menalangi utang PT Hydro Perdana Retailindo.
Hal itu disampaikan Ahyudin melalui penasihat hukumnya, Esra Agatha Nadya Hutagaol dalam nota pembelaan atau pleidoi kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.
Baca Juga:
Eks Presiden ACT Mohon Dibebaskan dari Segala Tuntutan, Ini Alasannya
Adapun PT Hydro Perdana Retailindo merupakan unit usaha yang berada di bawah struktur PT Global Wakaf Corpora.
Sementara itu, PT Global Wakaf Corpora merupakan perusahaan cangkang dari Yayasan ACT.
“Bahwa pembayaran Rp 10 miliar dari Yayasan ACT kepada Koperasi Syariah 212 adalah sebagai bentuk talangan pembayaran hutang PT Hydro Perdana Retailindo,” ujar Esra dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dilansir dari Kompas.com, Selasa (3/1/2023).
Baca Juga:
JPU Tuntut Tiga Mantan Petinggi ACT Dipenjara 4 Tahun
“Hal tersebut dilakukan oleh Yayasan ACT kepada Koperasi Syariah 212 agar puluhan ribu anggota koperasi 212 tidak merasakan dampak buruk akibat hutang PT Hydro Perdana kepada koperasi Syariah 212 belum dibayarkan,” kata dia.
Kendati begitu, Esra menekankan bahwa utang yang dimiliki oleh PT Hydro Perdana Retailindo tetap menjadi tanggung jawab unit usaha di bawah perusahaan Yayasan ACT tersebut.
Namun demikian, ujar dia, utang yang ditalangi oleh Yayasan ACT kepada Koperasi 212 pada tahun 2020 itu hingga kini belum dilunasi
“Bahwa PT Hydro Perdana sampai dengan saat ini masih memiliki utang yang belum dibayarkan kepada Yayasan ACT sebesar Rp 10 miliar dari dana talangan yang telah dikeluarkan oleh Yayasan ACT kepada Koperasi Syariah 212,” papar Esra.
Adapun dalam proses persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pernah mencecar mantan Presiden Direktur PT Hydro Perdana Retailindo, Syahru Aryansyah terkait aliran uang Rp 10 miliar dari Yayasan ACT ke Koperasi Syariah 212.
Syahru dihadirkan jaksa sebagai saksi kasus penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 dengan terdakwa pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin.
Awalnya, Syahru diminta jaksa menjelaskan perihal ruang lingkup PT Hydro Perdana Retailindo yang berada di bawah struktur PT Global Wakaf Corpora yang merupakan perusahaan cangkang dari Yayasan ACT.
"Perusahaan kami didirikan untuk beli barang dari prinsipal atau distributor dan kita suplai ke calon mitra yang ingin membuka toko atau minimarket," papar Syahru saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (29/11/2022).
"Jadi, intinya (kami) beli barang dari supplier, dijual lagi ke toko-toko atau minimarket," kata dia.
Syahru mengungkapkan bahwa salah satu mitra PT Hydro Perdana Retailindo adalah Koperasi Syariah 212 atau 212 Mart.
Dengan demikian, barang-barang yang dijual ke oleh Minimarket 212 Mart didapatkan atau disuplai oleh PT Hydro Perdana Retailindo.
Lebih lanjut, Syahru mengatakan, PT Hydro Perdana Retailindo memiliki utang kepada Koperasi Syariah 212 lantaran tutup secara operasional pada 2020.
"Kami punya utang dagang, karena waktu itu kita sama-sama beli barang untuk disuplai ke toko 212 Mart," kata Syahru.
"Berapa nilai utangnya?" tanya jaksa.
"Rp 10 miliar," kata Syahru.
Kendati begitu, Syahru mengaku mendapatkan informasi bahwa utang PT Hydro Perdana Retailindo telah dibayarkan oleh Yayasan ACT.
Namun, ia juga mengaku tidak mengetahui dari mana sumber uang untuk melunasi hutang tersebut.
Sebab, eks Presiden Direktur PT Hydro Perdana Retailindo itu tidak pernah mendapat bukti pelunasan utang, baik dari Yaysan ACT maupun dari Koperasi Syariah 212. [eta]