WahanaNews.co | Kompol Chuck Putranto, mantan Sekretaris Pribadi (Spri) dari mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, telah lolos dari sanksi pemecatan dari Polri.
Hasil sidang banding Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menyatakan bahwa Chuck tidak akan dihukum dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terkait kasus obstruction of justice, yang melibatkan perintangan penyidikan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca Juga:
Peran 2 Direktur Tersangka Baru Korupsi IUP PT Timah, Diungkap Kejagung
"Putusan banding tidak memberlakukan PTDH pada yang bersangkutan," kata Brigjen Ahmad Ramadhan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri, saat dimintai konfirmasi pada Kamis (29/6/2023).
Sebelumnya, dalam sidang KKEP yang diadakan oleh Polri pada 2 September 2022, Chuck telah dijatuhi hukuman pemecatan. Namun, Chuck mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Dengan dikabulkannya bandingnya, Chuck tetap menjadi anggota aktif Polri. Namun, dia dikenai sanksi demosi selama satu tahun.
Baca Juga:
Penggeledahan Kejagung Terkait Korupsi IUP PT Timah Tbk 2015-2022 di Wilayah Timah
"Chuck akan mengalami demosi selama satu tahun," ungkap Ramadhan.
Chuck Putranto merupakan salah satu dari tujuh anggota Polri yang terlibat dalam kasus obstruction of justice terkait penembakan Brigadir Yosua. Berikut adalah jejak Chuck Putranto dalam kasus obstruction of justice tersebut.
Peran Chuck Putranto
Chuck dinyatakan terlibat dalam perintangan penyidikan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Menurut surat dakwaan jaksa, Chuck ikut terlibat dalam pengamanan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya, tak lama setelah terjadi penembakan Brigadir J pada 8 Juli 2022, Sambo memerintahkan bawahannya yang kala itu menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan, untuk mengecek CCTV di sekitar TKP.
Singkat cerita, Hendra meneruskan perintah Sambo ke bawahannya, Kombes Agus Nurpatria. Agus lantas meminta bantuan AKBP Ari Cahya Nugraha untuk menjalankan perintah Sambo.
Namun, karena Ari Cahya Nugraha berhalangan, dia memerintahkan bawahannya bernama AKP Irfan Widyanto untuk melaksanakan perintah.
Oleh Agus, Irfan diperintahkan untuk mengamankan dua CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Arahan serupa juga sempat disampaikan Chuck Putranto ke Irfan.
“Lalu saksi Irfan Widyanto menerima telpon dari terdakwa Chuck Putranto, Korspri Kadiv Propam, yang menanyakan apakah saksi Irfan Widyanto telah menerima arahan untuk mengganti dua DVR CCTV. Kemudian saksi Irfan Widyanto mengiyakan,” demikian petikan dakwaan Chuck.
Sekalipun sadar bahwa tindakannya tidak berdasar hukum, Chuck tetap mengarahkan Irfan untuk mengganti CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Padahal, ketika itu Chuck tahu bahwa telah terjadi penembakan terhadap Brigadir J di rumah dinas atasannya.
“Tidak seharusnya terdakwa Chuck Putranto mengarahkan saksi Irfan Widyanto untuk melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengganti DVR CCTV milik publik atau milik warga Komplek perumahan Polri Duren Tiga RT 05 RW 01 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan tersebut dan mengatakan ‘jangan lupa untuk mengganti dengan DVR CCTV yang baru’,” bunyi surat dakwaan.
Irfan lantas mengganti tiga digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Sementara, tiga rekaman CCTV yang Irfan ambil dia serahkan ke Chuck yang lantas diletakkan di dalam mobil pribadi.
“Bahwa dalam penguasaan DVR CCTV oleh terdakwa Chuck Putranto tanpa dilengkapi surat tugas maupun Berita Acara Penyitaan sebagaimana yang dikehendaki oleh ketentuan KUHAP dalam setiap melaksanakan tindakan hukum terkait barang bukti yang ada hubungannya dengan tindak pidana, namun DVR CCTV tersebut diletakkan di bagasi mobil terdakwa Chuck Putranto begitu saja yang seharusnya diserahkan kepada yang berwenang dalam menangani perkara tindak pidana tersebut,” bunyi dakwaan.
Tak lama, Chuck menyerahkan DVR CCTV yang dia simpan ke penyidik Polres Jakarta Selatan. Namun, sehari setelahnya, Sambo menanyakan keberadaan DVR itu.
Sambo berang begitu mengetahui DVR CCTV diserahkan Chuck ke penyidik Polres Jakarta Selatan. Ia lantas memerintahkan Chuck untuk mengambil kembali perangkat tersebut.
“Siapa yang perintahkan (menyerahkan DVR CCTV ke penyidik)?” tanya Sambo ke Chuck.
“Siap,” Chuck tak kuasa menjawab.
Tak hanya memerintahkan Chuck untuk mengambil kembali DVR CCTV, dia juga meminta sekretaris pribadinya itu untuk melihat dan menyalin isi rekaman CCTV.
“Kamu ambil CCTV-nya, kamu copy dan kamu lihat isinya,” kata Sambo.
“Lakukan, jangan banyak tanya. Kalau ada apa-apa saya tanggung jawab,” lanjutnya dengan nada marah.
“Siap, jenderal,” jawab Chuck.
Benar saja, Chuck langsung melaksanakan perintah Sambo untuk mengambil DVR CCTV. Begitu rekaman CCTV sudah kembali di tangan, dia menghubungi rekannya, Baiquni Wibowo, untuk menyalin rekaman dokumen tersebut.
Selanjutnya, Chuck, Baiquni, dan dua anggota Polri lainnya, AKBP Arif Rachman Arifin dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit bersama-sama menonton rekaman CCTV itu.
Vonis
Atas perbuatannya itu, Chuck ikut terseret perkara obstruction of justice kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Chuck dinyatakan bersalah karena menyimpan rekaman CCTV terkait kasus penembakan Brigadir J.
Dalam persidangan yang digelar 24 Februari 2023, Chuck dijatuhi vonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta dia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Chuck Putranto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya secara bersama-sama,” ujar Ketua Majelis Hakim Afrizal Hadi dalam persidangan, Jumat (24/2/2023).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Chuck Putranto oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda Rp 10 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan,” sambung dia.
Dalam kasus ini, Chuck dianggap menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Hakim juga menilai Chuck mencoreng nama baik Polri.
Adapun Chuck merupakan satu dari tujuh anggota Polri yang terlibat perkara obstruction of justice kasus penembakan Brigadir J. Mengutip Kompas.com, selain Chuck, mereka yang terjerat kasus perintangan penyidikan yakni:
Ferdy Sambo: divonis mati atas kasus obstruction of justice dan pembunuhan berencana
Hendra Kurniawan: divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan
Agus Nurpatria: divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurangan
Baiquni Wibowo: divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan
Arif Rachman Arifin: divonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan
Irfan Widyanto: divonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan. [eta]