WahanaNews.co | Menko Polhukam Mahfud MD memaparkan, pihaknya pernah diminta Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk endorsement kegiatan kemanusiaan mereka.
Namun, munculnya dugaan penyelewengan dana ACT yang dihimpun dari masyarakat membuat Mahfud meminta penegak hukum mengusut.
Baca Juga:
Eks Presiden ACT Mohon Dibebaskan dari Segala Tuntutan, Ini Alasannya
Cerita Mahfud pernah diminta ACT untuk endorsement ditulis di akun Twitternya, Selasa (5/7/2022). Dalam unggahan itu, Mahfud menyertakan video endorsement-nya untuk ACT.
"Pada 2016/2017 saya pernah memberi endorsement pada kegiatan ACT karena alasan pengabdian bagi kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua.
"Tapi jika ternyata dana-dana yang dihimpun itu diselewengkan maka ACT bukan hanya harus dikutuk tapi juga harus diproses secara hukum pidana," tulisnya. Cuitan Mahfud sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Baca Juga:
Ini Tujuan ACT Alirkan Dana Rp 10 Miliar ke Koperasi Syariah 212
Mahfud menyebut dia pernah 'ditodong' ACT untuk memberikan endorsement setelah memberikan ceramah di masjid.
Mahfud kini sudah meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membantu Polri mengusut dugaan penyelewengan dana dalam tubuh ACT.
"Saat meminta endorsement pihak ACT tiba-tiba datang ke kantor saya dan pernah menodong ketika saya baru selesai memberi khotbah Jumat di sebuah masjid raya di Sumatera. Mereka menerangkan tujuan mulianya bagi kemanusiaan. Saya sudah meminta PPATK untuk membantu Polri dalam mengusut ini," ujarnya.
Bareskrim Polri menyelidiki dugaan penyelewengan dana ACT. Bareskrim telah meminta klarifikasi terhadap Presiden ACT Ibnu Khajar dan eks petinggi Ahyudin.
"Klarifikasi sudah (Ibnu Khajar dan Ahyudin)," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian kepada wartawan, Selasa (5/7). Pernyataan Andi menjawab pertanyaan soal pihak yang diklarifikasi Bareskrim di kasus dana ACT.
Andi juga membenarkan adanya laporan terkait kasus dana ACT dengan nomor LP/B/0373/VI/2021/Bareskrim tertanggal 16 Juni 2021. Andi mengatakan terlapor dalam kasus tersebut Ibnu Khajar dan Ahyudin.
"Pelapornya bukan donatur, PT Hydro," katanya.
Andi mengatakan laporan tersebut masih diselidiki. Bareskrim mengusut dugaan penipuan atau keterangan palsu akta autentik.
"Dugaan penipuan atau keterangan palsu dalam akta attentik (378 atau 266 KUHP). Sedang dalam penyelidikan untuk memfaktakan unsur pidana," katanya.
Penjelasan ACT
Seperti diketahui, kasus dana ACT mengemuka saat muncul tagar #AksiCepatTilep setelah majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'. Tagar #JanganPercayaACT pun ramai.
Presiden ACT Ibnu Khajar dalam jumpa pers buka-bukaan pihaknya mengambil 13,7 persen dari donasi yang terkumpul untuk operasional gaji pegawai. Pemotongan dana untuk gaji dari donasi itu dilakukan sejak 2017 hingga 2021.
"Kami sampaikan bahwa kami rata-rata operasional untuk gaji karyawan atau pegawai di ACT dari 2017-2021 rata-rata yang kami ambil 13,7 persen. Kepatutannya gimana? Seberapa banyak kepatutan untuk lembaga mengambil untuk dana operasional?" ujar Ibnu dalam konferensi pers, Senin (4/7).
"Kalau teman mempelajari, dalam konteks lembaga zakat, karena dana yang dihimpun adalah dana zakat. Secara syariat dibolehkan diambil secara syariat 1/8 atau 12,5 persen. Sebenarnya patokan ini yang dijadikan sebagai patokan kami, karena secara umum tidak ada patokan khusus sebenarnya berapa yang boleh diambil untuk operasional lembaga," sambung dia. [qnt]