Selain itu, kata Firman, Tata Tertib DPR mestinya berlaku internal. Artinya semua kewenangan DPR yang diatur dalam Tata Tertib hanya berlaku untuk para anggota dewan.
"Nah, sedangkan Tatib itu sifatnya internal. Bukan ke luar. Tatib itu peraturan internal, dan bukan peraturan undang-undang, tapi di bawah undang-undang," kata Firman, Kamis (6/2).
Baca Juga:
Adian Sebut PDIP Masih Kaji Peluang Ikut PKS Usung Anies di Pilkada Jakarta
Pakar hukum tata negara Feri Amsari juga mengkritik Tatib DPR baru itu. Menurut dia, DPR tak berhak mengevaluasi atau bahkan merekomendasi pejabat negara di institusi lain.
Ia pun menilai aturan itu bisa digugat ke MA. Namun, Feri mengaku pesimistis gugatan warga bakal dikabulkan.
"Kita bisa berdebat soal tafsir konstitusi dalam berbagai pasal-pasal peraturan yang kita buat. Tapi, sesuatu yang bodoh semacam ini tidak ditempuh dengan jalur yang sudah diatur UU. Tapi dianggap batal dan tidak pernah ada saja. Kalau tidak ya, bertata negara akan semrawut selalu," kata dia.
Baca Juga:
Buku Catatan Hasto PDIP Disita KPK, Adian Napitupulu Mengaku Heran
Pada rapat paripurna DPR yang digelar Selasa (4/2), DPR menetapkan revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Disepakati ada penambahan satu pasal dalam revisi Tata Tertib (Tatib) DPR, yakni Pasal 228A.
Pasal itu berbunyi, "Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR. Hasil evaluasi itu bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku".
Rekomendasi penunjukan pejabat, selama ini diatur dalam Pasal 226 Ayat (2) Tatib DPR. Sejumlah instansi atau lembaga yang penunjukkan pejabatnya melalui mekanisme di DPR itu seperti hakim MK, MA, komisioner KPK, Kapolri, hingga Panglima TNI.