Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan
fatwa terbaru Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana"iz) Muslim yang Terinfeksi
Virus Corona (Covid-19).
Berdasarkan fatwa tersebut, pada butir c,
disebutkan: "Jika petugas yang memandikan
tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada,
dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan."
Baca Juga:
Pembunuhan Berencana di Muaro Jambi, Pelaku Terancam Hukuman Mati
Lalu, berdasarkan Pasal 7 Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020, ditetapkan bahwa pengurusan
jenazah yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani, harus
dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan
tetap memperhatikan ketentuan Syariat.
Jadi, menurut saya, tindakan Kejaksaan Negeri Pematang Siantar
menerbitkan SKP2 itu sudah tepat dan benar.
Karena, unsur penodaan agama yang diduga dilakukan oleh keempat
terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 156A Jo Pasal 55 UU tentang Penistaan
Agama.
Baca Juga:
Pasca Pemblokiran Jalan, Polsek Mandiangin Bersama Personil Brimob Patroli Gabungan
Demikian juga halnya tentang unsur sengaja menghina agama, yang dituduhkan
dilakukan para terdakwa kepada jenazah wanita itu, tidaklah terbukti berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
- Perbuatan
tersebut dilakukan untuk melaksanakan tugas, berdasarkan Surat Keputusan Kepala
Dinas Kota Pematangsiantar Nomor 800/9152/IX/2020 tanggal 1 September 2020;
- Pemandian
jenazah yang dilakukan keempat tenaga kesehatan tersebut tidak dilakukan di
muka umum; dan