"Itu cuma permainan oknum-oknum untuk mencari keuntungan di atas
tanah orang lain secara
licik, dengan cara menyuruh orang berdamai dan uang
pembayaran ganti rugi tersebut dibagi dengan sertifikat bodong,
padahal sudah ada putusan yang inkracht,"
tandas Victor.
"Mengapa kami berani menyatakan Sertifikat Ajudikasi tahun 2000
itu bodong? Sebab, konversi asal tanah selain berbeda letak gambar
situasi juga luas tanah yang beda serta batas-batasnya tidak memperlihatkan adanya tumpang
tindih," imbuh
Victor Sitanggang.
Baca Juga:
Catat! Ini Tarif Tol Lima Puluh-Junction Indrapura
Lebih lanjut ia mengatakan, enam
tahun kliennya
jadi
korban perkara di pengadilan
karenaulah
BPN Jakarta Selatan.
"Berkelahi,bunuh-bunuhan perkara, habis-habisan di Pengadilan dan PTUN sampai Mahkamah Agung, harta
ludes menjual rumah, kini tinggal di kampung pinggiran, keluarga mereka
berantakan, semua akibat perbuatan yang tidak mereka lakukan," ujar Victor.
Penetapan Konsinyasi Pembayaran oleh PN Jakarta Selatanyang
dimintakan oleh Panitia Pembebasan Tanah/BPN Jalan Desari, adalah: "Dapat
dibayarkan jika telah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap."
Baca Juga:
Tol Baru di Sumatera Ditargetkan Capai 972 Kilometer di Akhir 2024
Kini, lanjut Victor, setelah
semua putusan itu ada, dan
sudah diserahkan juga salinannya kepada
BPN Jakarta Selatan, mereka
mengingkari penetapannya sendiri dan tidak menghargai putusan hukum Indonesia.
"Jujur,
klien saya itu
sebenarnya tidak rela tanah mereka dibebaskan Bina Marga buat bisnis jalan tol.
Tapi,
mereka terpaksa patuh, karena tanahnya telah masuk Peta Bidang 48 yang harus dibebaskan
untuk kepentingan umum,
sesuai UU Nomor
2 Tahun 2012.
"Mereka
rela melepaskan haknya bermusyawarah dengan P2T (panitia pembebasan tanah)
dengan harga palingmurah sesuai NJOP pajak yang mereka bayarkan sejak
tahun 1976.