WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, menegaskan kliennya tidak menerima aliran dana sepeser pun dari proyek pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
"Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop," kata Hotman di Jakarta, Jumat (05/09/2025).
Baca Juga:
Skandal Laptop Rp 1,98 Triliun, Kejagung Bongkar Peran Nadiem hingga Eks Staf Khusus
Hotman bahkan membandingkan kasus Nadiem dengan Thomas Lembong yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula meskipun tidak menerima aliran dana.
"Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem," ujarnya.
Ia juga membantah pernyataan Kejagung yang menyebut Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia untuk menyepakati penggunaan Chromebook.
Baca Juga:
Hotman Sebut Nasib Nadiem Sama dengan Lembong
Menurut Hotman, pertemuan itu hanya bersifat biasa dan tidak pernah ada kesepakatan pembelian produk tertentu.
"Pak Nadiem tidak pernah menyepakati. Yang jual laptop itu kan vendor, bukan Google. Google hanya sistemnya saja dari Google. Kalau laptopnya dari vendor. Vendornya perusahaan Indonesia," katanya.
Namun, Kejaksaan Agung mengklaim memiliki bukti berbeda.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyatakan Nadiem bersama Google telah bersepakat untuk menggunakan produk Chrome dalam pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi di Kemendikbudristek.
"Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM (Nadiem Makarim) dengan pihak Google, telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat TIK," kata Nurcahyo di Jakarta, Kamis (04/09/2025).
Menurut Nurcahyo, pertemuan itu terjadi pada Februari 2020 saat Nadiem masih menjabat Mendikbudristek.
Ia mengundang sejumlah pejabat, termasuk Dirjen PAUD Dikdasmen, Kepala Badan Litbang, serta dua staf khusus menteri untuk rapat tertutup membahas pengadaan TIK berbasis Chromebook.
Padahal, pengadaan alat TIK saat itu belum dimulai.
Bahkan, surat dari Google yang sebelumnya masuk tidak ditindaklanjuti oleh menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, karena uji coba Chromebook tahun 2019 dianggap gagal.
Atas perintah Nadiem, Kemendikbudristek kemudian menjawab surat Google dan melanjutkan rencana pengadaan.
Instruksi tersebut membuat dua pejabat direktorat, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, menyusun petunjuk teknis serta pelaksanaan yang mengunci spesifikasi Chrome OS.
Pada Februari 2021, Nadiem mengeluarkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang dalam lampirannya mencantumkan spesifikasi Chrome OS.
Kejagung menilai kebijakan itu melanggar sejumlah aturan, termasuk Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kamis sore (04/09/2025), Kejagung resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook periode 2019-2022.
Ia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, Nadiem akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari sejak penetapan tersangka.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]