Sebelumnya, KPK sudah menetapkan dua tersangka, yakni
mantan Dirut PT DI, Budi Santoso, dan mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI, Irzal
Rinaldi Zailani.
Kasus
penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI
demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat
dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Baca Juga:
KPK Sita Uang Rp2,8 M dan Senjata Baretta dari Rumah Kadis PUPR Sumut Nonaktif
Pada
2008 hingga 2018, PT DI membuat kontrak kemitraan pemasaran dan penjualan alat
pertahanan dengan sejumlah perusahaan.
Mitra
tersebut adalah PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi
Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Pada
2011, PT DI mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen,
setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Baca Juga:
Warga Lapor Jalan Jelek Jadi Titik Awal Terbongkarnya Skandal Korupsi Rp231 M di Sumut
Selama
tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh PT DI kepada enam
perusahaan mitra/agen tersebut adalah sekitar Rp 205,3 milyar dan US$ 8,65 juta.
Namun,
setelah adanya kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra tidak pernah
melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban.
Sebagian
uang kontrak yang dibayarkan ke mitra itu justru mengalir ke Direksi
PT DI. KPK menaksir, kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 315 miliar. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.