WahanaNews.co, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menerima penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II) dari Penyidik JAM Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Penyerahan tersebut terkait perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena korupsi penyalahgunaan wewenang dengan tersangka Budi Said.
Baca Juga:
Kejagung Jual 967 Ribu Saham Benny Tjokro Senilai Rp37,87 Miliar
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Yogi Sudarsono, menyatakan, tersangka diduga melakukan TPPU dengan Tindak Pidana Asal Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Penjualan Emas oleh Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam tahun 2018.
“Bahwa tersangka diduga melanggar Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 4 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” ungkap Yogi di Ruang Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/8/2024).
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mendalami adanya dugaan TPPU yang dilakukan Budi Said dalam korupsi pembelian logam mulia emas tujuh ton PT Antam.
Baca Juga:
KPK Dalami Dugaan Pembayaran Jasa Hukum SYL dari Uang Korupsi
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kuntadi, mengungkapkan, timnya masih terus mengembangkan kasus yang merugikan negara Rp1,3 triliun tersebut.
“Kasus ini (Budi Said) masih terus berkembang. Dan tidak menutup kemungkinan kita melihat kemungkinan adanya TPPU,” kata Kuntadi, Rabu (28/2/2024).
Kasus pembelian emas di Butik Antam Surabaya-1 ini pun menyeret GM Antam Abdul Hadi Aviciena sebagai tersangka tambahan.
Namun, saat ini, Budi Said melawan ketetapannya sebagai tersangka dengan mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Melalui Pengacara Hotman Paris Hutapea, konglomerat asal Surabaya itu tak terima dan mempertanyakan keabsahannya sebagai tersangka korupsi.
Dia menyatakan, ragam penyitaan yang dilakukan penyidik Jampidsus terhadap aset-aset Budi Said tidak sah.
Hotman bahkan menilai penjeratan tersangka korupsi terhadap kliennya tersebut adalah bentuk kriminalisasi atas perkara perdata antara Budi Said dengan PT Antam.
Hotman mengatakan, kasus tersebut bermula dari transaksi jual-beli emas yang dilakukan oleh Budi Said dengan pihak PT Antam medio Maret sampai November 2018.
Dia mengatakan, Budi Said adalah pihak yang membeli emas dari PT Antam senilai Rp3,59 triliun dengan melakukan transaksi sebanyak 75 kali.
Nilai tersebut, kata Hotman, setara dengan emas seberat tujuh ton.
Gak perlu lagi gigi palsu! Gigi patah dan gak rata? Veneer adalah cara terbaik untuk sekarang ini
Gak perlu lagi gigi palsu! Gigi patah dan gak rata? Veneer adalah cara terbaik untuk sekarang ini
Menurutnya, dalam transaksi tersebut dari pihak PT Antam memberikan diskon atau potongan harga kepada Budi Said.
Tetapi dalam realisasinya, Budi Said cuma mendapatkan 5,9 ton emas.
Sehingga, masih tersisa 1,1 ton emas yang menjadi tanggungan PT Antam yang harus diserahkan ke pihak Budi Said.
Kasus tersebut, kata Hotman, sudah inkrah di Mahkamah Agung (MA) dengan memerintahkan PT Antam untuk menyerahkan sisa 1,1 ton emas kepada Budi Said.
“Artinya tidak ada kerugian negara yang dilakukan oleh Budi Said dalam perkara ini. Dan kasus ini, adalah masalah keperdataan yang dikriminalisasikan,” kata Hotman.
Namun begitu, Kejagung tetap keukeuh menilai transaksi jual-beli emas tersebut sarat korupsi karena dilakukan secara tidak sah.
Kuntadi menambahkan, langkah praperadilan yang dilakukan oleh Budi Said bersama tim pengacaranya akan membuktikan proses hukum yang sah dalam penjeratan tersangka kasus tersebut.
“Praperadilan itu kan haknya dia (Budi Said). Kita siap hadapi dengan memaksimalkan apa yang sudah kita lakukan sesuai dengan ketentuan,” ujarnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]