WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen dan perangkat elektronik setelah menggeledah depo minyak PT Orbit Terminal Merak (OTM) serta dua rumah milik saudagar minyak, Riza Chalid, pada Selasa (25/2/2025).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa dalam penggeledahan di perusahaan milik anak Riza Chalid, penyidik mengamankan 95 bundel dokumen yang berisi surat dan kontrak.
Baca Juga:
Kepala Desa Hilang Misterius di Jembatan Lau Luhung Deli Serdang, Tim SAR Sisir Sungai
"Penyidik berhasil menyita setidaknya 95 bundel dokumen terkait berbagai administrasi persuratan dan kontrak," ujar Harli dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Selain itu, penyidik juga menyita dua unit ponsel dari depo minyak milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).
Sementara dari rumah Riza Chalid di Panglima Polim dan Kebayoran Baru, penyidik menyita barang bukti elektronik berupa rekaman CCTV.
Baca Juga:
Lemigas Uji Sampel BBM Usai Heboh Dugaan Oplosan, Hasilnya Segera Diumumkan
Harli menegaskan bahwa seluruh barang bukti tersebut akan ditelaah lebih lanjut guna mendukung proses penyidikan. "Ke depan, dokumen dan barang bukti ini akan dianalisis untuk mengetahui keterkaitannya dengan kasus ini," tambahnya.
Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina periode 2018-2023.
Enam di antaranya merupakan pegawai Pertamina, sementara tiga lainnya berasal dari pihak swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Tersangka lainnya meliputi SDS, Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; serta AP, VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Dari pihak swasta, tersangka meliputi MKAN, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; serta YRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung juga menetapkan Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, sebagai tersangka terbaru.
Dalam kasus ini, Kejagung memperkirakan total kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya, kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/Broker Rp2,7 triliun, serta impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
Selain itu, kerugian dari pemberian kompensasi pada 2023 mencapai Rp126 triliun, sedangkan subsidi yang diberikan pada tahun yang sama mencapai Rp21 triliun.
Penjelasan dari Pertamina
PT Pertamina (Persero) membantah isu yang menyebut bahwa Pertamax merupakan BBM oplosan. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa Pertamax tetap memenuhi standar RON 92 dan seluruh parameter kualitas bahan bakar yang ditetapkan oleh Ditjen Migas.
"Isu bahwa Pertamax merupakan BBM oplosan tidak benar," kata Fadjar dalam keterangan resmi, Rabu (26/2/2025).
Ia menjelaskan perbedaan antara BBM oplosan dan blending. Oplosan adalah pencampuran bahan bakar yang tidak sesuai aturan, sementara blending adalah praktik umum dalam produksi bahan bakar.
"Blending adalah proses pencampuran bahan bakar atau unsur kimia lainnya untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu serta memenuhi parameter kualitas lainnya," imbuhnya.
Fadjar mencontohkan bahwa Pertalite merupakan hasil pencampuran bahan bakar RON 92 atau lebih tinggi dengan bahan bakar RON lebih rendah untuk menghasilkan bahan bakar dengan RON 90.
Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak khawatir terkait mutu BBM Pertamina.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]