Tersangka lainnya meliputi SDS, Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; serta AP, VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Dari pihak swasta, tersangka meliputi MKAN, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; serta YRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Baca Juga:
Kepala Desa Hilang Misterius di Jembatan Lau Luhung Deli Serdang, Tim SAR Sisir Sungai
Kejagung juga menetapkan Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, sebagai tersangka terbaru.
Dalam kasus ini, Kejagung memperkirakan total kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya, kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/Broker Rp2,7 triliun, serta impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
Selain itu, kerugian dari pemberian kompensasi pada 2023 mencapai Rp126 triliun, sedangkan subsidi yang diberikan pada tahun yang sama mencapai Rp21 triliun.
Baca Juga:
Lemigas Uji Sampel BBM Usai Heboh Dugaan Oplosan, Hasilnya Segera Diumumkan
Penjelasan dari Pertamina
PT Pertamina (Persero) membantah isu yang menyebut bahwa Pertamax merupakan BBM oplosan. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa Pertamax tetap memenuhi standar RON 92 dan seluruh parameter kualitas bahan bakar yang ditetapkan oleh Ditjen Migas.
"Isu bahwa Pertamax merupakan BBM oplosan tidak benar," kata Fadjar dalam keterangan resmi, Rabu (26/2/2025).