WahanaNews.co | Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) membentuk satuan tugas (satgas) guna mengawasi kampanye dan mencegah penyebaran konten melanggar hukum di media sosial menjelang Pemilu 2024.
“Kemenkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) bersama Bawaslu membentuk satgas untuk mengawasi jalannya kampanye di medsos,” kata Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu (05/08/23).
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Usman mengatakan pembentukan satgas merupakan tindak lanjut dari perjanjian kerja sama (PKS) kedua lembaga yang bertujuan untuk mencegah, mengawasi, serta menindak konten negatif di internet yang bertentangan dengan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 Tahun 2023, peserta pemilu dapat melakukan kampanye melalui dua puluh akun paling banyak untuk setiap jenis platform yang harus didaftarkan kepada KPU terlebih dahulu.
Ia menyebutkan ada tiga platform yang sudah menunjukkan komitmen untuk mendukung pemilu cerdas di Indonesia, yakni grup META, Twitter, dan Google. Dengan demikian, para satgas yang ditunjuk bisa berkoordinasi langsung dengan perwakilan ketiga platform jika menemukan pelanggaran pemilu di media sosial.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Pada kesempatan terpisah, Puadi selaku Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjelaskan, dalam proses penindakan kampanye di ruang digital, Bawaslu akan menelaah berbagai konten yang diduga melanggar aturan. Setelah itu, apabila terbukti melanggar, maka memberikan rekomendasi kepada Kemenkominfo untuk di-take down.
“Ketika menemukan aduan atau indikasi konten internet yang bermasalah, termasuk dari salah satu calon, Bawaslu menelaah kemudian merekomendasikan Kemenkominfo untuk menurunkan konten atau menutup akun dari platform bila terbukti bersalah,” kata Puadi pada Sabtu.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute Adinda T Muchtar menilai kampanye politik di media sosial memang sudah seharusnya memiliki regulasi dan sanksi apalagi berkaca dari pemilu 2019.
“Pengalaman pemilu sebelumnya, ketika pengaturan tidak dilakukan secara rinci, dampaknya cukup serius, mulai dari penyebaran konflik, politisasi identitas, hingga polarisasi,” kata Dinda.
Ia menambahkan, selain melakukan pengawasan di media sosial, penyelenggara pemilu juga bisa memaksimalkan fungsi platform untuk menyebarkan konten positif terkait pendidikan politik dan tahapan pemilu, khususnya untuk menjangkau generasi muda yang saat ini gemar menggunakan medsos.
“Media sosial kini berperan penting dalam pendidikan politik sekaligus literasi pemilu,” kata Dinda.
[ElsyaTri Ahaddini]