WahanaNews.co | Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyoroti ditangkapnya Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (SD), terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) oleh Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dengan ditangkapnya seorang hakim di Mahkamah Agung yang terlibat dalam tindak korupsi oleh KPK, maka kita sebagai warga bangsa tentu jelas sangat sedih dan prihatin,” kata Abbas, melalui keterangan tertulisnya pada Jumat (23/9/2022).
Baca Juga:
PN Bandung Vonis Hakim Agung Sudrajad Dimyati Delapan Tahun Penjara
Selama ini, kata dia, masyarakat diminta untuk menghormati keputusan hakim tentu paham dan mengerti.
Karena kalau keputusan hakim tidak dihormati, maka negeri ini tentu akan kacau.
“Kalau mentalitas dan perilaku dari para penegak hukum sendiri yang sudah rusak, maka pertanyaannya ke mana lagi kita di negeri ini akan mencari keadilan,” jelas Wakil Ketua MUI ini.
Baca Juga:
Kasus Suap Perkara MA, Hakim Agung Sudrajat Dimyati dkk Segera Diadili
Menurut dia, persoalannya sekarang bukan masyarakat tidak mau menerima keputusan mereka, tapi banyak keputusannya yang terasa tidak berkeadilan dan sangat bertentangan dengan hati nurani.
Di mana keputusannya tampak tidak lagi membela yang benar, tapi terkesan sekali telah membela yang membayar.
“Jika hukum sudah dipermainkan oleh para penegak hukum dan hakim atau penegak hukum sudah pandai berbohong serta mencuri, maka tunggulah bencana dan malapetaka akan datang menimpa negeri. Sehingga keresahan, kegaduhan dan kerusuhan akan muncul di mana-mana,” ujarnya.
Tentu, Abbas mengatakan, hal itu jelas tidak baik bagi perkembangan bangsa dan negara ini ke depan, apalagi dalam bidang ekonomi, karena para investor sudah jelas tidak akan mau berinvestasi.
Sebab, tidak ada rasa aman dan nyaman, tidak hanya bagi modal yang mereka tanam tapi juga bagi diri mereka sendiri.
“Oleh karena itu, karena kita ingin negara ini menjadi negara yang maju di mana rakyatnya hidup aman tenteram, damai dan bahagia. Maka, pembenahan terhadap dunia hukum kita tentu benar-benar merupakan sebuah kemestian yang tidak bisa ditunda-tunda terutama menyangkut SDM,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 10 orang ditetapkan jadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya, Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati (SD) dan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP).
Hal tersebut diungkap Ketua KPK, Firli Bahuri.
Menurut dia, penetapan tersangka merupakan hasil gelar perkara usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022) hingga Kamis (22/9/2022).
"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka," ujar Firli pada Jumat (23/9/2022).
Adapun delapan sisanya, yaitu Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Kemudian dua PNS MA bernama Redi (RD) dan Albasri (AB), lalu dua pengacara bernama Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Diduga, Hakim Agung Sudrajad, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Redi, dan Albasri menerima uang suap dari Heryanto Tanaka, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Yosep, dan Eko Suparno.
Suap tersebut terkait upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
"Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP (Yosep) dan ES (Eko) melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES," katanya.
KPK juga menyita uang diduga suap sebesar SGD 205.000 dan Rp 50 juta saat tim KPK menangkap Desy Yustria di rumahnya.
Kemudian, uang Rp 50 juta diamankan juga dari Albasri yang menyerahkan diri ke KPK.
"Adapun jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar SGD205.000 dan Rp 50 juta. Terkait sumber dana yang diberikan YP (Yosep) dan ES (Eko) pada majelis hakim berasal dari HT (Heryanto) dan IDKS (Ivan Dwi)," ujarnya.
Heryanto Tanaka, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Yosep, dan Eko Suparno yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Elly, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Redi, dan Albasri yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. [gun]