WahanaNews.co, Jakarta - Peristiwa sejumlah anggota TNI dari Kodam Bukit Barisan mendatangi Mapolrestabes Medan pada 5 Agustus 2023 menjadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil.
Kedatangan puluhan prajurit TNI Tersebut, mereka menanyakan proses hukum yang berjalan di Mapolrestabes Medan.
Baca Juga:
Prajurit TNI Kodim 0101/KBA Bersama Polri dan Masyarakat Bersihkan Sungai Banda Aceh
"Kami menilai upaya mendatangi Mapolrestabes Medan oleh oknum anggota TNI (sekitar 40-an) patut diduga kuat sebagai bentuk tindakan intimidasi dan sewenang-wenang, yang tidak dibenarkan dalam negara hukum," kata Hendardi dari SETARA Institute sebagai perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Minggu (6/8/2023) melansir kumparanNEWS.
"Tindakan seperti ini dapat mengganggu dan merusak jalannya proses penegakan hukum, dalam rangka meraih keadilan," tambah dia.
Selain Hendardi, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Al Araf (Ketua Centra Initiative), Ghufron Mabruri (Direktur Eksektutif Imparsial), Wahyudi Djafar (Direktur Elsam), Julius Ibrani ( Ketua PBHI Nasional), Ferry Kusuma (Forum De Facto).
Baca Juga:
Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, Mabes Polri Angkat Suara
Hendardi mengatakan, tidak ada alasan apa pun untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Sekalipun itu dilakukan oleh anggota TNI dan dalam bentuk apa pun.
"Dalam negara hukum tidak bisa dan tidak boleh, siapa pun dia, termasuk oknum TNI, melakukan upaya-upaya intimidasi dengan ancaman untuk mengintervensi proses hukum yang berjalan," tutur dia.
"Due Process of Law dalam negara hukum harus dihormati dan dipatuhi oleh semua warga negara. Sehingga penegakan hukum berjalan secara independent, bebas intervensi, dan bebas dari segala bentuk intimidasi," imbuh dia.
Kata Hadi, kedatangan Mayor Dedi Hasibuan yang memimpin rombongan untuk berkoordinasi terkait status penahanan keluarganya yang kini menjadi tersangka, yakni ARH.
Koalisi menilai sikap Kapendam I/BB yang menyesali oknum anggota TNI beramai-ramai mendatangi Mapolrestabes Medan adalah sikap yang tepat. Namun demikian hal itu tidak cukup, karena yang dilakukan oknum ini merupakan suatu tindakan yang melanggar disiplin militer dan UU TNI No. 34 Tahun 2004.
Dalam UU TNI, TNI adalah alat pertahanan negara, dan TNI bukan aparat penegak hukum, sehingga tidak bisa dan tidak boleh oknum anggota TNI memaksakan dan mengintervensi, apalagi mengintimidasi proses penegakan hukum.
"Jika terdapat kesalahan dalam proses hukum, maka setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan complaint kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam pengawasan fungsi kepolisian ; Inspektur Pengawasan Polisi, Propram Polisi, Kompolnas, Komnas HAM, dan lainnya," ujarnya.
Menurut Hendardi, seharusnya oknum anggota TNI yang mendatangi Mapolrestabes Medan mengajukan keberatan dan complaintnya ke lembaga tersebut secara formal dan bukan dengan beramai-ramai mendatangi Mapolrestabes Medan.
Pada sisi lain di tengah sorotan publik pada proses penegakan hukum, maka menjadi penting untuk membangun dan menciptakan institusi kepolisian yang lebih professional, menghormati HAM, dan lebih baik.
"Namun demikian, segala apa pun bentuk intimidasi dan ancaman dalam proses hukum, tidak bisa dibenarkan dalam negara hukum. Oleh karena itu kejadian di Mapolrestabes Medan harus dievaluasi dan diberikan sanksi hukuman oleh pimpinan TNI di sana, karena tindakan itu melanggar undang-undang dan disiplin militer," katanya.
"Evaluasi dan penghukuman terhadap mereka akan memberi kepastian terhadap tidak berulangnya kejadian-kejadian seperti itu lagi," tutup dia.
Terkait peristiwa itu, Kapendam I/Bukit Barisan Kolonel Inf Rico Siagian memastikan kedatangan Mayor Dedi Hasibuan bersama puluhan anggota TNI tersebut bukanlah penggerudukan.
“Kedatangan itu kita di sini solid. Jadi mau datang satu orang atau sepuluh orang, menurut saya bukan menjadi suatu hal yang negatif. Memang dia datang pribadi, tetapi istilahnya menjadi penasihat hukum keluarga,” kata Rico terpisah.
“Sebenarnya mereka hanya menanyakan surat, memang kebetulan mereka membawa teman-teman, bukan berarti untuk menyerang,” jelasnya.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi sudah memberi penjelasan. Ia mengatakan, kejadian tersebut adalah kesalahpahaman personal, bukan institusi.
[Redaktur: Alpredo Gultom]