WAHANANEWS.CO, Jakarta - KPK kembali mengungkap skandal besar di tubuh peradilan, kali ini melibatkan pengusaha Menas Erwin Djohansyah yang disebut menyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan hingga Rp 9,8 miliar untuk memenangkan perkara.
"Sebagai uang muka dalam pengurusan perkara-perkara tersebut," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis, dikutip Minggu (28/9/2025).
Baca Juga:
Kasus Korupsi Proyek Miliaran di Dinkes Nias Barat: PPK Kembalikan Uang Rp217 Juta
KPK menjelaskan bahwa Menas Erwin sempat menyampaikan perkara milik temannya kepada Fatahillah Ramli.
Seusai menerima cerita itu, Fatahillah yang sudah mengenal Hasbi Hasan lebih dulu kemudian mempertemukan Menas dengan Hasbi untuk membicarakan kasus tersebut.
"Pada saat itu MED menyampaikan ada perkara dari temannya dan meminta bantuan kepada HH," kata Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di kantornya.
Baca Juga:
Jadi Tersangka, Nadiem Makarim Ajukan Praperadilan
Asep mengungkapkan pertemuan itu semula direncanakan di tempat umum, namun Hasbi Hasan justru meminta lokasi khusus yang tidak diketahui publik.
"Sehingga membahasnya lebih leluasa mereka. Itu seperti itu. Nah dicarikan oleh FR ini tempat. Tapi yang bayar MED gitu," ucap Asep.
Dalam pertemuan itu, Menas meminta bantuan Hasbi Hasan untuk memenangkan lima perkara sengketa lahan yang sedang berjalan di Mahkamah Agung, yakni di Bali, Jakarta Timur, Depok, Sumedang, Menteng, serta sengketa lahan tambang di Samarinda.
Asep menyebut Hasbi Hasan kemudian meminta sejumlah uang dari Menas Erwin agar kelima perkara tersebut bisa dimenangkan di Mahkamah Agung.
Atas dasar inilah, Menas ikut terseret dalam kasus suap yang kini menyeret nama besar peradilan tertinggi itu.
KPK telah menetapkan Menas Erwin Djohansyah, Direktur PT Wahana Adyawarna, sebagai tersangka dan menahannya selama 20 hari pertama.
"Saudara MED ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 25 September sampai 14 Oktober 2025," kata Asep.
Penangkapan Menas dilakukan KPK di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, pada Rabu malam (24/9/2025), setelah ia beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan pada 28 Juli dan 12 Agustus 2025.
Atas tindakannya, Menas dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b serta pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]