WAHANANEWS.CO, Jakarta - Keputusan mengejutkan pendakwah sekaligus pemilik agensi perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, yang memilih menunaikan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi menggunakan kuota khusus meski sudah membayar jalur furoda, kini tengah didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Didalami. Itu didalami,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9/2025).
Baca Juga:
Data Terkini di KPK: Kasus Korupsi Didominasi Ratusan Pejabat Eselon dan Swasta
Saat ditanya apakah pendalaman tersebut termasuk membahas alasan ekonomis di balik keputusan Khalid Basalamah, Asep menyarankan agar hal itu ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan.
“Kalau ke sini (KPK) lagi, nanti ditanya, Pak, lebih murah ya?,” kata Asep.
Meski demikian, Asep menjelaskan penyidik KPK mendapat informasi bahwa pada tahun keberangkatan haji tersebut tidak tersedia haji furoda dan hanya ada kuota haji khusus hasil pembagian tambahan 20.000 kuota dari Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Bansos Rp200 Miliar, KPK Cegah dan Tetapkan Rudy Tanoe Tersangka
“Akan tetapi, yang jelas tersedia saat itu adalah kuota haji khusus karena pembagian yang 20.000 itu 10.000 haji reguler dan 10.000 haji khusus. Kuota haji khusus menjadi lebih banyak karena seharusnya hanya 1.600 atau delapan persen dari 20.000,” ungkapnya.
Sebelumnya, Khalid Basalamah ketika diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024 pada Selasa (9/9/2025), mengaku dirinya sebenarnya merupakan jemaah haji furoda yang sudah membayar dan siap berangkat.
“Akan tetapi, ada seseorang bernama Ibnu Mas’ud yang merupakan pemilik PT Muhibbah dari Pekanbaru, menawarkan kami visa ini, sehingga akhirnya kami ikut dengan visa itu di travel-nya dia di Muhibbah. Jadi, kami terdaftar sebagai jemaah di situ,” ujar Khalid.
KPK pada 9 Agustus 2025 telah mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji 2023–2024, setelah sebelumnya memintai keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa penghitungan awal kerugian negara dalam kasus kuota haji tersebut mencapai lebih dari Rp1 triliun serta mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, khususnya soal pembagian kuota tambahan 20.000 yang dibagi sama rata untuk 10.000 reguler dan 10.000 khusus.
Padahal Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa kuota haji khusus hanya 8 persen, sementara 92 persen sisanya untuk kuota reguler.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]