WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai gugatan perdata mantan kader PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus terpidana kasus suap Agustiani Tio Fridelina kepada penyidik Rossa Purbo Bekti kurang tepat. Sebab, Rossa tengah menjalankan tugas sebagai penyidik institusi negara dalam hal ini KPK.
"Bahwa gugatan perdata yang dilakukan oleh saudara AT [Agustiani Tio] kepada penyidik dalam hal ini sodara RPB [Rossa Purbo Bekti] itu kurang tepat dikarenakan gugatan tersebut atau materi yang digugat merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh saudara RPB dalam rangka pelaksanaan tugas," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Kantornya, Jakarta, Rabu (9/4).
Baca Juga:
Buntut Gugatan Perusahaan Satelit Navayo Aset KBRI di Prancis Terancam Disita
Tessa meyakini majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor akan menolak gugatan perdata tersebut.
"Untuk itu, KPK berharap dan memiliki keyakinan bahwa hakim yang saat ini sedang memeriksa perkara tersebut dapat menolak gugatan dari saudari AT dan memutuskan bahwa perbuatan sodara Rossa tidak masuk ke dalam ranah pribadi yang dapat atau bisa ditangani di pengadilan atau persidangan perdata," kata Tessa.
Ia menambahkan Biro Hukum KPK yang sebelumnya tidak dipersilakan hakim untuk mendampingi Rossa kini sudah dibolehkan memberikan bantuan atau pembelaan. Biro Hukum KPK akan bekerja sama dengan Indonesia Memanggil (IM57+) Institute dalam menghadapi gugatan Tio.
Baca Juga:
Perusahaan Satelit Navayo di Hungaria Tak Indahkan Panggilan Kejagung
Sebelumnya, Tio melalui tim kuasa hukumnya yang dipimpin Army Mulyanto menggugat Rossa Purbo Bekti ke PN Bogor secara perdata.
Army mengatakan gugatan perdata dilayangkan karena Tio mengaku ditawarkan gratifikasi hukum oleh tergugat yakni Rossa Purbo Bekti ketika ibu rumah tangga itu berstatus sebagai saksi di KPK.
"Penggugat atau ibu Tio mengalami bentuk gratifikasi hukum dan juga intimidasi yang dilakukan oleh tergugat, ya, ini Bapak Rossa Purbo Bekti, antara lain Pak Rossa menyuruh Ibu Tio untuk mengganti kuasa hukum karena pada saat itu, kuasa hukum yang mendampingi adalah dari kader PDI Perjuangan, artinya saya dan rekan-rekan diminta untuk diganti karena memang saya kader dari Partai PDI Perjuangan," kata Army pada Selasa (11/2).