WahanaNews.co, Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membuat mantan narapidana korupsi sulit mencalonkan diri sebagai anggota legislatif mendapatkan respons positif dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK melihat keputusan ini sejalan dengan tujuan mereka untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
"Hal ini selaras dengan semangat pemberantasan korupsi untuk memberikan efek jera bagi para pelakunya, karena harapannya pelaku ataupun masyarakat menjadi jera atau takut untuk melakukan korupsi," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, melansir Berita Satu, Minggu (1/10/2023).
Ali Fikri mengungkapkan bahwa dalam pengalaman menangani kasus-kasus korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sering kali mengajukan tuntutan pidana tambahan terhadap pelaku korupsi.
Salah satu tuntutan tambahan tersebut adalah pencabutan hak politik bagi terdakwa yang terbukti bersalah dalam kasus korupsi.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Ali Fikri menjelaskan bahwa tindakan ini bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku korupsi dalam proses politik, seperti hak untuk memilih atau dipilih.
Hal ini dianggap sebagai konsekuensi dari perbuatan korupsi yang telah dilakukan oleh pelaku, dan bertujuan untuk menegaskan bahwa mereka telah menyalahgunakan kepercayaan publik.
"Dengan demikian, perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang oleh mantan narapidana korupsi," ujar Ali Fikri.
Namun, pencabutan hak politik tidak bisa dilakukan semena-mena. Pencabutan tersebut mesti dilakukan dengan mengacu pada prinsip keadilan.
"Penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik tetap harus dilakukan dengan berdasar pada prinsip keadilan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia," tutur Ali Fikri.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan semua permohonan uji materi atas Pasal 11 ayat (6) tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023.
Aturan tersebut dinilai membuka ruang bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Pasal 11 PKPU 10/2023 mengatur persyaratan administratif untuk calon anggota legislatif DPR dan DPRD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sedangkan Pasal 18 PKPU 11/2023 menetapkan persyaratan bagi calon anggota legislatif DPD.
Adapun pihak-pihak yang mengajukan uji materi tersebut, yakni Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Transparency International Indonesia (TII), serta dua mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang.
MA dalam putusannya memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut dua pasal tersebut. Pihak penggugat menilai keduanya memberikan kesempatan kepada mantan koruptor kembali ikut serta dalam Pemilu 2024.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiel dari para pemohon untuk seluruhnya," bunyi keterangan dari MA, dikutip Sabtu (30/9/2023).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]