WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dana haram hasil praktik jual beli kuota haji ternyata mengalir deras hingga menyentuh pucuk pimpinan Kementerian Agama, termasuk posisi Menteri Agama yang disebut ikut menikmati aliran tersebut meski tidak menerima langsung.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan pola korupsi berlapis ini dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Baca Juga:
Kasus Terjadi 2016-2018, Eks Wali Kota Cirebon Jadi Tersangka Korupsi
“Kalau di Kementerian, ujungnya ya Menteri. Kalau di Kementerian, ujungnya Menteri. Kalau di Kedeputian, ujungnya Deputi,” kata Asep menegaskan.
Meski begitu, Asep tak menyebutkan secara gamblang siapa menteri atau pucuk pimpinan yang menikmati dana tersebut dari kasus korupsi kuota haji 2024.
Sosok yang menjabat sebagai Menteri Agama saat itu adalah Yaqut Cholil Qoumas, yang disebut sudah dimintai keterangan oleh KPK terkait dugaan ini.
Baca Juga:
ICW Ingatkan RUU Perampasan Aset Jangan Sekadar Redam Kritik Publik
Asep menggambarkan, pejabat tertinggi biasanya memiliki lingkaran terdekat yang mengelola kebutuhan mereka, mulai dari staf khusus hingga asisten pribadi.
Dengan skema seperti itu, pejabat bisa tetap ikut menikmati keuntungan meskipun tidak menerima uangnya secara langsung.
“Seperti itu. Jadi masalah menerima langsung dan lain-lain, kita akan menjadi salah satu bahan bagi kita untuk membuktikan itu. Itu salah satunya,” ucapnya.
KPK juga membeberkan bahwa aliran dana haram dari praktik kuota haji ini bersumber dari agen travel, dengan kisaran nilai 2.600 sampai 7.000 dollar AS untuk setiap kuota haji yang diberikan.
“Jadi tidak langsung dari travel agent itu ke pucuk pimpinan yang oknum di Kementerian Agama ini. Tetapi secara berjenjang melalui orangnya, ada yang melalui kerabat si oknum pejabat tersebut, kemudian juga ada melalui staf ahlinya dan lain-lainnya,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Dari jalur berjenjang ini, mereka yang menampung uang ikut mendapat bagian sebelum dana diteruskan ke tingkat lebih tinggi.
Asep menuturkan, sebagian uang hasil korupsi ini bahkan sudah diubah menjadi aset, seperti rumah mewah dan kendaraan pribadi.
“Masing-masing orang ini, ya kemudian mendapat bagiannya sendiri-sendiri. Sehingga kita sedang mengumpulkan uang-uang tersebut, yang walaupun sekarang sudah jadi rumah, sudah jadi kendaraan, dan lain-lainnya, kita lakukan penyitaan,” ujar Asep.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]