WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus dugaan korupsi penentuan kuota haji di era eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kini memasuki babak baru, menyeret perhatian publik karena nilai kerugian keuangan negara yang fantastis.
Skandal ini menambah deretan masalah tata kelola ibadah haji yang sebelumnya sudah menuai kritik, terlebih dana yang semestinya digunakan untuk kepentingan jamaah diduga mengalir ke pihak-pihak tertentu.
Baca Juga:
122 Juta Rekening Dormant Sudah Diblokir, PPATK Kini Pantau E-Wallet
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota haji tahun 2024 mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
“Di mana dalam perkara ini (kuota haji) hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Budi menegaskan, KPK belum dapat memastikan penetapan tersangka dalam perkara ini karena masih memerlukan pemeriksaan pihak-pihak terkait untuk memperkuat konstruksi perkara.
Baca Juga:
Tanggapi Kritik Surya Paloh, KPK Tegaskan OTT Abdul Azis Bukan Drama
“Nanti kami akan update ya, karena tentu dalam proses penyidikan ini KPK perlu memeriksa juga pihak-pihak yang mengetahui perkara ini,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK mengumumkan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji era Yaqut Cholil Qoumas telah naik ke tahap penyidikan.
“Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
Menurut Asep, peningkatan status kasus ini dilakukan karena KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.
“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan,” ujarnya.
Atas dasar temuan tersebut, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum untuk kasus kuota haji ini.
Dalam pengusutannya, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara, termasuk perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang mengakibatkan kerugian negara.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]