WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal kuota haji kembali menyeruak dengan dugaan rekayasa aturan pelunasan jamaah haji khusus yang dinilai janggal dan merugikan calon jamaah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya modus pemberian waktu yang sangat singkat, hanya lima hari kerja, bagi calon jamaah haji khusus yang sudah mendaftar dan mengantre sejak sebelum 2024.
Baca Juga:
Hamid Rahayaan: Geng Yaqul di Kemenag Harus Dibasmi Tuntas Terlibat Korupsi Kuota Haji
“Penyidik mendalami modus pengaturan jangka waktu pelunasan yang dibuat mepet atau ketat bagi calon jamaah haji khusus yang telah mendaftar dan mengantre sebelum tahun 2024, yaitu hanya dikasih kesempatan selama lima hari kerja,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Budi menjelaskan bahwa temuan ini muncul saat KPK memeriksa Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji, Moh. Hasan Afandi, pada Kamis (11/9/2025) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
“Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jamaah haji yang sudah mengantre sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK (penyelenggara ibadah haji khusus) yang sanggup membayar fee,” tambahnya.
Baca Juga:
Pegawai Direktorat PPTKA Terima THR dari Agen TKA, KPK Bongkar Modus
KPK juga mendalami dugaan adanya kejanggalan lain, yakni jamaah haji khusus yang baru melakukan pelunasan pada 2024 bisa langsung diberangkatkan ke Tanah Suci pada musim haji 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Moh. Hasan Afandi diketahui sebelumnya pernah menjabat Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kementerian Agama sebelum menduduki posisi Kapusdatin.
Sebelumnya, KPK telah memulai penyidikan perkara korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024 sejak 9 Agustus 2025.
Langkah itu dilakukan setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Tak hanya itu, KPK juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara dalam kasus kuota haji ini.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan kerugian awal negara mencapai lebih dari Rp1 triliun serta mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Kasus ini pun mendapat sorotan dari Pansus Angket Haji DPR RI yang menilai adanya sejumlah kejanggalan pada penyelenggaraan haji 2024, terutama terkait pembagian kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi 20.000 kuota tambahan dengan perbandingan 50 berbanding 50 untuk haji reguler dan haji khusus.
Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyatakan proporsi kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan kuota reguler 92 persen.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]