WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal dugaan korupsi kuota tambahan haji 2023–2024 di Kementerian Agama menguak aroma suap miliaran rupiah per kuota hingga menyeret nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut praktik setoran pelicin atau commitment fee dari perusahaan travel haji kepada sejumlah pejabat Kemenag, dengan nilai antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per jemaah.
Baca Juga:
Melihat Nasib Konsumen di HUT RI ke-80: Belum Merdeka
Jika dikonversi dengan kurs Rp16.180,68 per dolar AS, setoran itu setara Rp42 juta hingga Rp113,2 juta untuk setiap satu kuota haji khusus.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut praktik ini bermula dari lobi asosiasi travel kepada pejabat Kemenag untuk memperebutkan alokasi 10.000 kuota haji khusus tambahan dari total 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
"Asosiasi inilah yang pertama-tama kemudian melakukan komunikasi dengan pihak kementerian," ujarnya, Sabtu (16/8/2025).
Baca Juga:
KPK Geledah Rumah Eks Menag Yaqut, Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun
Menurut Asep, uang setoran dikumpulkan oleh asosiasi sebelum diserahkan ke pejabat Kemenag.
"Sebagai commitment fee, sejumlah perusahaan travel menyetorkan uang kepada oknum pejabat Kemenag dalam kisaran 2.600–7.000 dolar AS per kuota," ungkapnya.
KPK memperkirakan total nilai suap bisa mencapai triliunan rupiah, dengan kerugian negara sekitar Rp1 triliun.
Sumber masalah berawal dari pembagian kuota tambahan haji yang dipecah rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus berdasarkan Surat Keputusan 15 Januari 2024, padahal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengatur kuota haji khusus maksimal 8 persen dan haji reguler minimal 92 persen.
Sebagai bagian dari penyidikan, tim KPK menggeledah kediaman Yaqut di Jakarta Timur pada Jumat (15/8/2025) dan menyita dokumen serta barang bukti elektronik, termasuk telepon genggam.
"Barang bukti elektronik itu macam-macam, salah satunya adalah handphone, nanti itu akan diekstraksi, dibuka isinya, kita akan lihat informasi-informasi yang dicari," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan umum sejak 8 Agustus 2025, dan KPK mencegah Yaqut beserta dua pihak lain bepergian ke luar negeri hingga 11 Februari 2026.
Hingga kini, KPK belum mengumumkan nama tersangka, namun indikasi pelanggaran Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 menjadi sorotan utama.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]