WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis serta pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama 6 bulan.
Putusan ini diambil setelah Dewas KPK menilai bahwa Ghufron melanggar aturan kode etik yang berlaku di lembaga antirasuah tersebut.
Baca Juga:
19 Saksi Diperiksa, Polda Metro Jaya Selidiki Pertemuan Rahasia Wakil Ketua KPK dan Eko Darmanto
Dalam amar putusan Dewas, pemotongan penghasilan itu tidak hanya mencakup gaji pokok, tetapi juga seluruh tunjangan yang diterima Ghufron.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2015, Wakil Ketua KPK menerima gaji pokok sebesar Rp 4.620.000 serta berbagai tunjangan dengan total keseluruhan penghasilan mencapai Rp 112.591.250.
Dengan pemotongan 20 persen, total penghasilan yang akan dipotong dari Ghufron adalah sebesar Rp 22.518.250 setiap bulan selama masa sanksi.
Baca Juga:
Alex Marwata Soal Kepemimpinan KPK: Jangan Berharap Seperti Malaikat
"Penghasilan itu banyak, ya. Jadi bukan hanya gaji. Di sini ada penghasilan. Penghasilan itu termasuk gaji pokok, tunjangan jabatan. Ini semua namanya penghasilan," jelas Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.
Dengan adanya pemotongan ini, penghasilan Ghufron yang diterima per bulan selama sanksi berlangsung adalah Rp 90.073.000. Sanksi ini mulai berlaku efektif hari ini, Selasa, 1 Oktober 2024.
"Pada 1 Oktober itu pasti baru ada pemotongan," ungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK, Cahya Hardianto Harefa, kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Dalam putusan Dewas KPK, Ghufron terbukti melakukan perbuatan menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK terkait permintaan bantuan kepada Kasdi Subagyono selaku Plt. Irjen dan Sekjen Kementan.
Ghufron meminta Kasdi memutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian Jakarta ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (sekarang Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian) Malang.
Pegawai Kementan itu bernama Andi Dwi Mandasari, menantu dari teman sekolah Ghufron. Selain potong gaji, Ghufron juga diberikan sanksi berupa teguran tertulis.
Dalam vonis Dewas KPK tersebut, gaji bulanan Ghufron dikurangi 20 persen selama 6 bulan. Sementara, tugas Ghufron di KPK adalah hingga 20 Desember 2024, sampai adanya pimpinan lembaga antirasuah yang baru.
Apa Kata Ghufron?
Ghufron menjelaskan bahwa pada awal 2022, seorang temannya bercerita tentang menantunya yang bekerja di Kementerian Pertanian.
Menantu tersebut merasa diperlakukan tidak adil karena pengajuan mutasinya dari Jakarta ke Malang tak kunjung disetujui.
Menurut Ghufron, alasan penolakan mutasi tersebut adalah kekhawatiran akan berkurangnya sumber daya manusia (SDM) di Jakarta.
Namun, yang membingungkan, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri, justru permohonan tersebut diterima.
Ghufron menilai ada inkonsistensi dalam keputusan tersebut, karena baik mutasi maupun pengunduran diri sama-sama akan mengurangi SDM.
Ghufron kemudian mendiskusikan masalah ini dengan pimpinan KPK lainnya, Alexander Marwata, berdasarkan laporan yang diterimanya.
Dari diskusi tersebut, Ghufron menyimpulkan bahwa ASN tersebut seharusnya bisa dimutasikan ke daerah, selama memenuhi syarat dan ketentuan.
Selanjutnya, Ghufron menyebut Alex membantu dalam komunikasi dengan pejabat Kementerian Pertanian, salah satunya Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono.
Setelah Kasdi memeriksa permohonan mutasi tersebut, dia menyetujui untuk segera melaksanakan mutasi.
Ghufron menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan intervensi atau memperdagangkan pengaruh dalam proses mutasi ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]