WahanaNews.co | Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Bukhori
Yusuf, menilai,
dibubarkannya Front Pembela Islam (FPI) merupakan langkah mundur bagi
Indonesia.
Keputusan pemerintah itu dinilainya mencederai amanat reformasi.
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Singgung Nama Ahok dalam Istighosah Kubro PA 212
"Langkah
mundur dan mencederai
amanat reformasi yang menjamin kebebasan berserikat," ujar Bukhori, saat dihubungi wartawan, Rabu (30/12/2020).
Pemerintah
sebagai penguasa dinilainya
memiliki kuasa untuk melakukan apapun. Termasuk membungkam pihak yang dinilai
tak sepaham dengan pemerintah.
"Sangat
leluasa menetapkan apa saja bagi ormas atau perkumpulan ketika berbeda arah
politik. Khususnya sejak Perppu UU Ormas, tetapi ini semua tetap bentuk langkah
mundur," ujar Bukhori.
Baca Juga:
Bahas Normalisasi, Anies: Pembubaran FPI dan HTI Telah Diputuskan dan Disepakati
Sementara itu, Wakil
Ketua DPR RI, Azis
Syamsuddin, tak berkomentar banyak perihal pembubaran FPI.
Ia hanya
menjawab bahwa setiap pihak harus menghormati keputusan tersebut.
"Keputusan
tersebut harus dipatuhi oleh pihak manapun," jawab Azis, singkat.
Pemerintah
secara resmi telah melarang aktivitas dan akan menghentikan kegiatan Front
Pembela Islam (FPI).
Hal
tersebut diputuskan melalui Surat Keputusan Bersama enam pejabat tertinggi di
kementerian dan lembaga.
"Pemerintah
melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai organisasi masyarakat (ormas) maupun
organisasi biasa," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud
MD, pada konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020).
Mahfud
menjelaskan, sejak 21 Juni 2019, FPI secarade juretelah
bubar sebagai ormas.
Itu
karena FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang surat keterangan
terdaftar (SKT) sebagai ormas hingga kini.
Sementara
masa berlaku SKT FPI yang sebelumnya hanya berlaku hingga 20 Juni 2019.
"Tetapi
sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan
keamanan, dan bertentangan dengan hukum. Seperti tindak
kekerasan,sweepingatau
razia sepihak, provokasi, dan sebagainya,"
katanya.
Menurut
Mahfud, berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan sesuai dengan putusan Mahkmah Konstitusi Nomor 82 PUU 11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014,
pemerintah melarang aktivitas FPI.
Pemerintah
juga akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena tidak lagi mempunyai kedudukan hukum.
"Jadi, dengan larangan ini, tidak punya legal
standing. Kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah, kalau ada sebuah organsisasi mengatasnamakan FPI, itu
dianggap tidak ada dan harus ditolak, karena legal
standing-nya tidak
ada. Terhitung hari ini," jelas Mahfud.
Mahfud
menjelaskan, pelanggaran kegiatan FPI itu dituangkan di dalam Keputusan Bersama
enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga.
Dia
merinci keenam pejabat itu, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi
dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Kepala BNPT. [yhr]