WahanaNews.co, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan dalam sengketa hasil Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan oleh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
MK menolak argumen yang diajukan oleh kedua kubu, Anies dan Ganjar.
Baca Juga:
MK Kabulkan Uji Materi Soal Pejabat Daerah dan Anggota TNI/Polri dapat Dipidana Jika Tidak Netral di Pilkada
Sidang pembacaan putusan dilaksanakan di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (22/4/2024) lalu.
Hakim membacakan pertimbangan utama dalam permohonan dari Anies-Cak Imin. Sedangkan untuk permohonan dari pihak Ganjar, dianggap telah dibacakan.
MK menyatakan bahwa pertimbangan dalam putusan ini berkaitan dengan pertimbangan dalam putusan terhadap gugatan dari Anies-Cak Imin.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
MK menyatakan bahwa pertimbangan dalam putusan Ganjar-Mahfud kemungkinan besar akan serupa karena masih terkait dengan peristiwa yang sama, yaitu Pilpres 2024.
MK menyatakan bahwa rincian pertimbangan lebih lanjut dapat ditemukan dalam dokumen lengkap putusan yang akan disampaikan setelah sidang.
MK menyatakan bahwa permohonan dari kedua pihak tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Dalam pertimbangan pokok perkara permohonan pemohon, hakim MK mematahkan dalil gugatan yang diajukan Anies dan Ganjar.
Melansir Detik, berikut daftar dalil gugatan Anies dan Ganjar yang dimentahkan MK melalui putusannya:
Soal Seleksi Anggota KPU-Bawaslu
MK menyatakan dalil permohonan pemohon yang mempermasalahkan proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tidak beralasan menurut hukum.
Mahkamah tidak menemukan adanya korelasi proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu dengan perolehan suara pasangan Prabowo-Gibran.
"Terlebih sulit pula bagi Mahkamah untuk menemukan korelasi jumlah unsur tim seleksi tersebut dengan perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden Pemilu 2024, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas dalil pemohon ihwal pengangkatan tim seleksi anggota KPU dan anggota Bawaslu oleh Presiden melanggar pasal 22 ayat 3 UU Pemilu karena memasukkan unsur pemerintah lebih dari 3 orang adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Tak Terdapat Permasalahan Pencalonan Gibran
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Arief menilai tidak ada bukti yang meyakinkan telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
"Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari Pihak Terkait dan hasil verifikasi," ujar Arief.
"Serta penetapan Pasangan Calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," imbuhnya.
Arief juga membacakan terkait permohonan Anies dan Cak Imin yang menyebut KPU telah melakukan dugaan pelanggaran karena menerima berkas pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Arief menyebut KPU menerima itu karena melaksanakan putusan MK.
"Bahwa dalil Pemohon berikutnya adalah berkenaan dengan dugaan adanya pelanggaran oleh Termohon karena menerima dan memverifikasi berkas pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden tanpa terlebih dahulu merevisi PKPU 19/2023," ungkapnya.
"Sebagaimana telah Mahkamah uraikan di atas, tindakan Termohon yang dianggap Pemohon langsung menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanpa mengubah PKPU 19/2023 adalah tidak melanggar hukum," katanya.
Tak Ada Bukti Intervensi Presiden
MK menyatakan dalil pemohon soal dugaan intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada perubahan syarat pasangan calon tidak beralasan hukum. MK menilai dalil pemohon tidak terbukti.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon yang menyatakan terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil Pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan Termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, sehingga dijadikan dasar bagi Pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan (mendiskualifikasi) pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim Arief.
Arief mengatakan KPU telah menerima pendaftaran pasangan calon sesuai dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2024. Maka, MK pun menyatakan KPU tidak terbukti berpihak saat melakukan proses pendaftaran pasangan calon.
"Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," jelasnya.
"Syarat ini diberlakukan kepada seluruh bakal calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024, sehingga tidak terbukti adanya dugaan keberpihakan termohon terhadap pihak terkait dalam proses penetapan pasangan calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024," sambung dia.
Soal Laporan tentang Pencalonan Gibran
MK menilai bahwa laporan kubu Anies-Cak Imin soal Bawaslu yang tidak menindaklanjuti laporannya tentang pencalonan Gibran Rakabuming Raka saat menjadi cawapres tidak beralasan menurut hukum.
"Laporan-laporan dimaksud telah ditindaklanjuti dengan pelanggaran serta pembahasan oleh Bawaslu. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Bawaslu beserta jajarannya telah melakukan tindak lanjut terhadap laporan-laporan yang didalilkan Pemohon," kata hakim Enny Nurbaningsih.
MK mengatakan peristiwa yang dilaporkan pada pokoknya merupakan dugaan pelanggaran pemilu. Kubu 01 Anies-Cak Imin menilai KPU telah menerima pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden yang tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PKPU 19/ 2023), yang salah satunya mengatur persyaratan usia calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu berusia paling rendah 40.
"Faktanya, tindak lanjut laporan tersebut tidak selalu berujung pada kesimpulan yang menyatakan telah terjadi pelanggaran pemilu atau sampai menjatuhkan sanksi. Dalam hal ini, Mahkamah tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan bahwa Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan pasangan calon nomor urut 2," ujarnya.
Tak Ada Bukti Cawe-cawe Jokowi
Hakim Daniel Yusmic P Foekh menilai dalil pemohon soal adanya cawe-cawe Presiden Jokowi di Pemilu 2024 tidak beralasan hukum.
Daniel mengatakan bentuk cawe-cawe yang dilakukan Jokowi tak dapat diuraikan lebih lanjut oleh pemohon.
"Dalil bahwa Presiden akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 a quo, menurut Mahkamah, tidak diuraikan lebih lanjut oleh Pemohon seperti apa makna dan dampak cawe-cawe yang dimaksud Pemohon, serta apa bukti tindakan cawe-cawe, demikian," kata Daniel dalam sidang.
Ia mengatakan bukti yang diajukan oleh pemohon berupa artikel hingga rekaman video berita belum bisa membuktikan adanya kegiatan cawe-cawe itu.
Ia menyebut bukti tersebut belum kuat untuk dipertanggungjawabkan dalam persidangan.
"Namun pernyataan demikian menurut Mahkamah, tanpa bukti kuat dalam persidangan, tidak dapat begitu saja ditafsirkan sebagai kehendak untuk ikut campur dalam penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024 dengan menggunakan cara-cara di luar hukum dan di luar konstitusi," ujar Daniel.
"Terlebih, terhadap dalil Pemohon a quo, Mahkamah tidak mendapatkan bukti adanya pihak yang keberatan, khususnya dari peserta pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024 setelah ada penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mempersoalkan pernyataan adanya cawe-cawe dari presiden terhadap penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden," sambungnya.
Daniel mengatakan pihaknya juga tak menemukan korelasi cawe-cawe yang dilakukan presiden dapat menaikkan suara pasangan calon tertentu. Dengan demikian, MK memutuskan dalil tersebut tak beralasan menurut hukum.
"Demikian halnya, Mahkamah juga tidak mendapatkan bukti adanya korelasi antara bentuk cawe-cawe dimaksud dengan potensi perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun 2024. Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah menilai dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum," katanya.
PKPU Syarat Capres-Cawapres Telah Sesuai
MK menyatakan PKPU pencalonan presiden dan wakil presiden telah sesuai dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. MK menilai KPU sebagai pihak termohon telah melaksanakan putusan MK tersebut.
"Bahwa dengan demikian secara substansi syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam PKPU 23/2023 telah sesuai dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," tutur hakim Arief.
Soal Pj Kepala Daerah
MK menilai bahwa dalil kubu Anies-Cak Imin soal Presiden Joko Widodo yang menunjuk beberapa penjabat daerah tidak beralasan menurut hukum.
MK menyebut setelah mencermati Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota ternyata telah mengandung mekanisme dan persyaratan yang terukur terkait mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah.
Mahkamah juga berpendapat pengisian jabatan itu telah memenuhi prinsip demokrasi karena telah diusulkan dan dibahas dengan melibatkan DPRD dan instansi lainnya.
MK menilai proses penunjukan penjabat sudah sesuai dengan ketentuan. Oleh karenanya hakim MK menyebut dalil pemohon tidak beralasan hukum.
"Terlebih lagi, proses penunjukan penjabat itu sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana fakta hukum dalam persidangan yang dijelaskan oleh saksi dari Kemendagri dan DPR. Disamping hal tersebut merupakan bentuk implementasi norma yang menjadi ranah pelaksanaan tugas pemerintahan," kata hakim Daniel.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," imbuhnya.
MK Tolak Dalil Soal Nepotisme
Hakim Daniel juga menolak dalil pemohon terkait dugaan Presiden Jokowi dalam mendukung putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju di Pilpres 2024 melanggar peraturan tentang nepotisme. MK menilai pemohon tidak membuktikan dan menguraikan dalilnya.
"Bahwa terhadap dalil Pemohon demikian, karena Pemohon tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalinya, maka Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil yang dipersoalkan oleh Pemohon. Terlebih, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon a quo adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang digunjuk/diangkat secara langsung (directly appointed position), kata Daniel.
"Adapun jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisianya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme," ujarnya.
Kenaikan Tukin Bawaslu Tak Terkait Independensi
Hakim Daniel menilai kenaikan tunjangan kinerja terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak terkait dengan isu independensi sebagai penyelenggara pemilu.
Hakim Daniel mengatakan kenaikan tukin telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Dengan demikian, menurut Mahkamah, pemberian tunjangan kinerja kepada ASN di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak terkait dengan isu independensi atau kemandirian penyelenggara pemilu in casu Bawaslu," ujarnya.
Daniel mengatakan tim hukum Anies dan Cak Imin juga tidak membuktikan soal adanya indepedensi terkait kenaikan tukin itu. Karena itulah, MK tidak menemukan kebenaran dari dalil tim hukum Anies-Cak Imin.
"Terlebih dalam persidangan Pemohon tidak membuktikan hal demikian lebih lanjut, sehingga Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil Pemohon a quo," ujarnya.
Dengan begitu, MK menilai dalil tim Anies-Cak Imin soal isu indepensi terkait kenaikan tukin kepada Bawaslu tidak beralasan menurut hukum.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah menilai dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum," ungkapnya.
Sanksi MKMK Tak Bisa Jadi Bukti Nepotisme
MK menyatakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak dapat dijadikan bukti adanya nepotisme. MK menilai putusan MKMK tidak bisa membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Berkenaan dengan dalil pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," kata hakim Arief.
"Terlebih, kesimpulan dalam putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu sendiri yang kemudian dikutip dalam putusan Mahkamah Konstitusi 141/PUU-XXI/2023 antara lain telah menegaskan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan putusan MK dalam konteks perselisihan hasil pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusional syarat, namun lebih tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta pemilu," sambungnya.
Berdasarkan hal itu, Arief menyatakan MK tidak dapat mempermasalahkan syarat pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Selain itu, kata Arief, tidak ada bukti adanya intervensi yang dilakukan oleh Presiden.
"Menurut mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut, serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dalam pemilu presiden wakil presiden tahun 2024," tuturnya.
Tak Ada Hubungan Bansos dengan Kenaikan Suara
MK menilai tidak ada kejanggalan dalam anggaran bantuan sosial jelang pilpres. MK mengatakan anggaran bansos telah dirancang dengan matang oleh pemerintah.
"Penggunaan anggaran perlinsos, khususnya anggaran bansos menurut Mahkamah tidak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon (Anies-Cak Imin), karena pelaksanaan anggaran telah diatur secara jelas mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban," kata hakim Arsul Sani.
Dalam gugatannya ke MK, kubu Anies-Cak Imin selaku pemohon menilai adanya penggunaan bansos yang janggal. Namun, MK menilai pembagian bansos ke beberapa daerah di Indonesia tak ada hubungannya dengan kenaikan suara salah satu paslon.
Hakim MK Arsul Sani mengatakan bahwa bansos sudah diatur oleh pemerintah, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. MK menyebut bansos yang dibagikan langsung oleh presiden dan menteri sebagai hal lumrah.
"Termasuk pelaksanaan anggaran bansos yang disalurkan secara sekaligus (rapel) dan yang langsung disalurkan oleh Presiden dan Menteri merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya," katanya.
Wapres Bukan Jabatan Ditunjuk
Hakim Daniel Yusmic membacakan bagian pertimbangan pada putusan MK terhadap gugatan Anies Cak Imin soal tudingan nepotisme yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Hakim MK menyatakan dalil tersebut tidak terbukti.
"Terlebih, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon a quo adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang ditunjuk/diangkat secara langsung (directly appointed position)," ujar Daniel.
"Adapun jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme," sambungnya.
Dengan demikian, Hakim MK mengatakan bahwa dalil terkait nepotisme yang dilayangkan oleh AMIN tak beralasan menurut hukum. Gugatan tersebut tak terbukti.
"Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," imbuhnya.
Soal Nana Sudjana Sambut Prabowo
MK menepis salah satu dalil tim hukum Anies-Cak Imin terkait dugaan netralitas Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana dalam Pilpres 2024. MK menyatakan sambutan Nana ke Prabowo Subianto sudah ditindaklanjuti Bawaslu dan tidak ditemukan adanya pelanggaran kampanye.
"Bahwa pemohon mendalilkan Penjabat Gubernur Jawa Tengah atas nama Nana Sudjana yang merupakan purnawirawan Polri tidak netral, hal tersebut terbukti dari aktivitasnya menjemput calon presiden Prabowo Subianto saat akan kampanye dan menggunakan baju berwarna biru sesuai dengan atribut dari pasangan calon nomor urut 2," ujar hakim Daniel.
Daniel mengatakan MK tidak menemukan pelanggaran aturan dalam sambutan itu. Hal itu berdasarkan dengan bukti-bukti yang diajukan.
"Bahwa setelah Mahkamah memeriksa secara saksama dalil pemohon, jawaban termohon, keterangan pihak terkait, bukti-bukti surat atau tulisan yang diajukan pemohon dan keterangan Bawaslu serta bukti-bukti yang diajukan, mahkamah mempertimbangkan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Penjabat Gubernur Jateng atas nama Nana Sudjana telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu sesuai dengan tugas, kewenangan, dan kewajibannya," kata hakim Daniel.
Selain itu, MK juga memiliki pendapat yang sama terkait permohonan tim AMIN mengenai dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Pj Gubernur Kalimantan Barat Harisson Azroi terkait perbuatan 'memilih presiden yang mendukung pembangunan IKN' dan Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, yang memerintahkan melakukan pencopotan baliho paslon nomor urut 03 Ganjar-Mahfud dan sejumlah bendera PDIP di area kunjungan Presiden Joko Widodo ke Gianyar. Permohonan itu dinilai tak beralasan menurut hukum.
Ada juga dalil permohonan tim AMIN terkait sikap Kadis di Sumatera Utara (Sumut) yang memerintahkan para guru untuk memenangkan paslon nomor urut 02 dengan mendorong murid-murid yang menjadi pemilih pemula untuk mencoblos paslon 02. MK juga menyatakan permohonan itu tidak beralasan menurut hukum.
Soal Kehadiran Mayor Teddy di Debat Capres
Kubu Anies dan Cak Imin, menyoroti kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya dalam debat capres mendampingi Prabowo. MK menilai kehadiran Mayor Teddy bukan sebagai bentuk sikap tidak netral TNI di pemilu.
"Permasalahan yang didalilkan pemohon telah diselesaikan oleh Bawaslu berdasarkan hasil kajian awal yang menyimpulkan tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu berupa ketidaknetralan TNI yang dilakukan oleh Mayor Teddy Indra Wijaya," kata hakim Arsul Sani.
MK mengatakan dalil kubu Anies-Cak Imin sebagai pemohon pun telah dijawab oleh Bawaslu. Asrul Sani mengatakan kehadiran Mayor Teddy di debat capres dalam kapasitas sebagai petugas pengamanan Prabowo Subianto yang turut menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
MK menyatakan dalil yang diajukan Anies-Cak Imin selaku pemohon tidak beralasan hukum. MK mengatakan tidak ada pelanggaran yang dilakukan dalam kehadiran Mayor Teddy di debat capres.
"Oleh karena itu mahkamah mendapat keyakinan hal tersebut tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Arsul.
Dalil Jersey ASN Nomor 2 yang Disoal AMIN Tak Beralasan Hukum
Sejumlah ASN Pemkot Bekasi mengenakan jersey bernomor punggung 2 yang viral di media sosial dipersoalkan tim hukum Anies-Cak Imin karena dinilai mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hakim konstitusi Guntur Hamzah menilai dalil tim AMIN tidak beralasan hukum.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim Guntur.
Dalam pertimbangannya, Guntur mengatakan tim hukum Prabowo telah mengajukan saksi PJ Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhammad di persidangan.
Hakim Guntur juga menyebut Bawaslu telah menghadirkan saksi Zacky M. Zamzam.
Hakim Guntur mengatakan Gani di persidangan telah menjelaskan telah diperiksa Bawaslu Kota Bekasi terkait jersey tersebut.
Dalam sidang itu, kata hakim Guntur, terungkap fakta hasil pemeriksaan Bawaslu Kota Bekasi tersebut menyimpulkan tidak ditemukan pelanggaran.
"Hasil pemeriksaan Bawaslu Kota Bekasi tersebut menyimpulkan tidak ditemukan pelanggaran," kata Guntur.
Hakim Guntur mengatakan atas putusan itu pun terdapat banding kepada Bawaslu Provinsi. Di mana, kata Guntur, hasilnya terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lain dan direkomendasikan kepada KASN.
Guntur menilai pernyataan Gani itu telah menunjukkan Bawaslu telah melaksanakan tugas dan kewenangan. Termasuk, katanya, terkait viral jersey ASN nomor punggung 2 yang dipersoalkan kubu Anies-Cak Imin.
"Terhadap pernyataan saksi tersebut, menurut Mahkamah, Bawaslu telah melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajibannya terkait dengan pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu, khususnya atas kejadian yang dipersoalkan oleh Pemohon," kata Guntur.
Tolak Dalil soal Ketidaknetralan Pj Gubernur Jabar
Hakim Guntur Hamzah menolak dalil kubu 01 terkait Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, tak netral dalam proses Pemilu 2024.
"Bahwa pemohon mendalilkan Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, yang pernah menduduki jabatan Kepala Biro Kesekretariatan Presiden di Tahun 2016 dan Deputi Kesekretariatan Presiden pada tahun 2021 terbukti tidak netral dengan mengajak untuk memilih pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran," kata Guntur.
Guntur mengatakan bukti yang disampaikan kubu 01 ke Mahkamah Konstitusi tak kuat. Dia menyinggung pemohon yang hanya menyerahkan link berita media online tanpa diikuti oleh saksi.
"Bahwa Pemohon hanya mengajukan bukti berupa berita maupun video yang bersumber dari media online tanpa diikuti oleh dukungan saksi ataupun ahli untuk menguatkan dalil-dalil yang diajukan Pemohon," kata Guntur.
Tak Ada Pelanggaran Pemilu di Kegiatan Kemhan
MK menyatakan dalil Anies-Cak Imin mengenai kegiatan Prabowo Subianto saat menghadiri peresmian sumur bor di Sukabumi, Jawa Barat tidak beralasan hukum. MK menilai Prabowo tidak melakukan pelanggaran kampanye, karena saat itu melaksanakan tugas sebagai Menteri Pertahanan.
"Bahwa pemohon tidak dapat menerangkan secara rinci ataupun memberikan bukti yang cukup terkait kegiatan bedah rumah di daerah Cilincing, Jakarta Utara maupun kegiatan yang dilakukan oleh Prabowo di Banyumas dan Kuningan termasuk adanya keterlibatan Babinsa dalam melakukan pendataan KTP dan KK, baik dalam permohonan pemohon maupun fakta hukum dalam persidangan," kata Guntur.
"Dengan demikian Mahkamah tidak dapat menilai lebih lanjut bukti yang diajukan oleh pemohon," sambungnya.
Terlebih, kata Guntur, dari hasil pengawasan Bawaslu tidak terdapat kegiatan bedah rumah yang dilakukan oleh Prabowo di Cilincing, Jakarta Utara.
Maka, menurut Mahkamah tidak terbukti adanya sikap tidak netral yang dilakukan oleh Babinsa.
"Bahwa terlebih hasil pengawasan Bawaslu tidak adanya kegiatan bedah rumah yang dilakukan oleh Prabowo di daerah Cilincing, Jakarta Utara sehingga tidak dapat dibuktikan adanya ketidaknetralan yang dilakukan oleh anggota Babinsa sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon," tuturnya.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," imbuh dia.
Dugaan Pelanggaran TSM Dianggap Tak Ada
Hakim Ridwan Mansyur mengatakan proses penyelesaian sengketa di Bawaslu akan menjadi database pengawasan.
Ridwan mengatakan tidak ada laporan dugaan pelanggaran Pemilu secara TSM kepada Bawaslu sehingga dugaan pelanggaran itu tidak pernah ada.
"Berdasarkan hal tersebut, meskipun Mahkamah tidak terkait pada hasil pelaksanaan kewenangan Bawaslu, akan tetapi momentum pelaporan atas pelanggaran administrasi dan proses Pemilu secara TSM kepada Bawaslu menjadi hal penting dalam penyelesaian sengketa hasil perolehan suara, sehingga dengan tidak adanya pelaporan pelanggaran Pemilu secara TSM kepada Bawaslu, maka dapat dikatakan dugaan pelanggaran tersebut dianggap tidak pernah ada, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya dalam persidangan," ujarnya.
"Secara konkret, posisi Mahkamah terhadap proses pelaksanaan kewenangan Bawaslu dalam perselisihan tentang hasil pemilihan umum adalah memastikan lembaga pengawas pemilu telah secara seksama melakukan pengawasan, penilaian dan penindasan dengan memberikan keputusan/rekomendasi seusai dengan asas dan hukum pemilu yang berlaku," imbuh dia.
Pertanyakan Bukti AMIN Kaitkan APDESI 2022 Dukung Prabowo
MK menyoroti salah satu dalil tim hukum pasangan nomor urut 1 Anies-Cak Imin terkait adanya acara Silaturahmi Nasional APDESI 2022.
MK mempertanyakan bukti dari tim AMIN soal acara itu dikaitkan dengan dukungan untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
"Berdasarkan hal tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memberikan bukti yang cukup untuk dapat membuktikan adanya pengarahan kepada para kepala desa dalam kegiatan tersebut yang ada kaitannya untuk mendukung kemenangan Pasangan Calon Nomor Urut 2 atau setidaknya arahan ataupun perintah kepada para kepala desa untuk menyatakan dukungan Jokowi 3 periode," ujar hakim Suhartoyo.
"Sebab, pada saat itu dapat dipastikan belum ada penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk pemilu tahun 2024," imbuhnya.
Polemik Surat Suara Tercoblos Sudah Tuntas
Tim hukum Anies-Cak Imin sempat menghadirkan Ketua KPPS di Riau bernama Surya Dharma sebagai saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024. Dalam pertimbangan putusan sengketa Pilpres, hakim MK menganggap polemik yang disampaikan saksi kubu 01 itu sudah tuntas.
"Persoalan ditemukannya dua surat suara di TPS 41 Desa Sidomulyo Timur telah selesai dengan dilakukannya koreksi terhadap perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 dan tidak memperhitungkan 2 surat suara yang tidak ditandatangani Ketua KPPS sebagai suara sah," ujar hakim MK Ridwan Mansyur.
Ridwan Mansyur mengatakan perolehan suara dalam formulir C hasil sudah diteken oleh saksi-saksi. MK menyebut tidak ada perolehan suara pasangan calon yang diuntungkan ataupun dirugikan.
"Tidak ada perolehan suara pasangan calon yang diuntungkan ataupun dirugikan," ujar Ridwan Mansyur.
Dia mengatakan Ketua KPPS lah yang seharusnya mengetahui dan mencegah persoalan tersebut terjadi. MK pun menyatakan dalil pemohon tidak beralasan hukum.
"Menurut mahkamah dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," ucap Ridwan.
Soal AMIN Anggap DPT di Jateng Janggal
Hakim MK menjawab dalil soal kejanggalan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jawa Tengah (Jateng). Hakim Enny menyampaikan bahwa soal DPT yang janggal tersebut sudah ditangani pihak Bawaslu.
"Menurut Mahkamah persoalan adanya kejanggalan dalam DPT di Provinsi Jawa Tengah yang Pemohon dalilkan merupakan pelanggaran administratif Pemilu yang menjadi kewenangan Bawaslu untuk menyelesaikannya dan telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah dan Bawaslu dengan melakukan pemeriksaan terhadap Laporan a quo," kata Hakim Enny.
MK menyatakan permasalahan tersebut harus dinyatakan telah selesai. Seandainya benar terdapat kejanggalan dalam DPT di Provinsi Jawa Tengah, Enny mengatakan bahwa Pemohon juga tidak dapat membuktikan bahwa DPT yang janggal tersebut disalahgunakan dan memengaruhi perolehan suara pasangan calon.
Bagi-bagi Uang Gus Miftah Bukan Politik Uang
MK menjawab dalil Anies-Cak Imin selaku pemohon terkait dugaan politik uang yang dilakukan Gus Miftah di Pamekasan, Jawa Timur. MK menilai tidak ada politik uang dari kegiatan tersebut.
Ketua MK, Suhartoyo, mengatakan mahkamah telah memeriksa bukti video yang disertakan oleh kubu AMIN perihal dugaan politik uang yang dilakukan Gus Miftah.
Bukti video itu berupa tayangan berita yang memuat kegiatan bagi-bagi uang Gus Miftah di daerah Pamekasan.
"Tayangan video yang dijadikan bukti merupakan rekaman berita Metro tv yang memberitakan Gus Miftah yang membagikan uang dengan gambar Prabowo terbentang di belakang Gus Miftah. Dalam tayangan video dimaksud juga terdapat klarifikasi dari Nusron Wahid yang merupakan Sekretaris TKN Prabowo-Gibran yang menjelaskan aktivitas pembagian uang Gus Miftah merupakan aktivitas pribadi karena Gus Miftah bukan merupakan relawan atau anggota atau pengurus politik atau tim kampanye nasional maupun tim kampanye daerah Prabowo-Gibran," kata Suhartoyo.
MK menyatakan kegiatan bagi-bagi uang yang dilakukan Gus Miftah di Pamekasan bukan termasuk politik uang dan pelanggaran pemilu. MK menilai dalil dari kubu AMIN selaku pemohon tidak beralasan hukum.
"Berdasarkan fakta fakta hukum di atas menurut mahkamah dalil pemohon terkait dengan politik uang yang dilakukan oleh Gus Miftah di Kabupaten Pamekssan tidak ada relavansinya dengan kegiatan kampanye sebagaimana dimaksud UU Pemilu dengan demikian menurut mahkamah dalil pemohon terjadi politik uang yang dilakukan Gus Miftah tidak beralasan menurut hukum," ujar Suhartoyo.
Tak Pertimbangkan Saksi 01
Hakim Saldi Isra menyampaikan pertimbangan terhadap dalil dalam gugatan kubu 01, Anies Cak Imin soal adanya intimidasi dalam Pilpres 2024. MK tak mempertimbangkan saksi dari AMIN karena cerita yang disampaikan tak utuh.
Saldi menjelaskan pertimbangan MK terhadap kesaksian seorang saksi dihadirkan oleh AMIN, yakni Achmad Husairi. Dalam kesaksiannya, Achmad mengklaim ada intimidasi dari ASN di wilayah Sampang, Madura.
"Pemohon tidak mengajukan bukti tertulis yang dapat membuktikan fakta hukum persidangan a quo apakah telah dilaporkan kepada Bawaslu ataukah disampaikan kepada saksi TPS setempat sehingga diajukan keberatan dalam Formulir C Kejadian Khusus dan Keberatan Saksi," kata Saldi.
Saldi menyebut Achmad Husairi juga tidak menjelaskan di TPS mana kejadian tersebut terjadi. Saldi mengatakan saksi langsung berpindah ke TPS-TPS lain di Desa Pangongsean.
"Mahkamah kemudian memeriksa bukti Termohon berupa catatan Kronologis Distribusi Formulir Model C. Pemberitahuan TPS 4, TPS 5, TPS 7 dan TPS 8 Desa Pangongsean, Kecamatan Torjun, Kabupaten Sampang yang ditandatangani Ketua PPS Andi Rahmat Afriwasis yang membantah isu adanya oknum ASN yang mengarahkan pemilih untuk mencoblos pasangan calon tertentu di TPS 8," kata Saldi.
Menurut keterangan Ketua PPS (panitia pemungutan suara), katanya, tidak ada ASN yang mengarahkan masyarakat untuk memilih pasangan calon tertentu di tempat pemungutan suara.
Dia mengatakan MK tak bisa melakukan penilaian lantaran saksi juga tak jelas.
"Terhadap fakta hukum persidangan dari saksi Achmad Husairi ini Mahkamah tidak bisa melakukan penilaian karena ketidakjelasan keterangan saksi dan ketiadaan bukti pendukung maupun pembanding. Oleh karena itu, menurut Mahkamah kesaksian Achmad Husairi dalam persidangan tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut," ujarnya.
MK Mentahkan Dalil soal Dugaan Kecurangan KPU di Sirekap
MK menyebut dalil Anies-Cak Imin mengenai dugaan kecurangan pada Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) tidak terbukti. MK menilai permohonan itu tidak beralasan menurut hukum.
"Dengan demikian, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah menilai dalil permohonan berkenaan dengan Sirekap adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim Guntur Hamzah.
Meski menolak permohonan AMIN, MK mengatakan sudah sepatutnya KPU melakukan evaluasi pada Sirekap. MK mengatakan perbedaan data yang disampaikan tim AMIN menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Bahwa menurut Mahkamah perubahan data yang telah terjadi pada sirekap web telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat, Sirekap web yang dibuat sebagai sarana publikasi dan informasi kepada masyarakat terkait dengan hasil pemilu justru menimbulkan asumsi dan penafsiran yang berkembang liar di masyarakat. Hal demikian seyogianya menjadi catatan bagi penyelenggara bahwa sistem IT yang seharusnya menjadi alat bantu penting dengan tugas-tugas yang telah diatur dalam peraturan dan keputusan KPU, justru terkesan tidak memberikan kepastian quad non, meskipun terlihat adanya fluktuasi perubahan data sebagai akibat dari pembetulan dan pemutakhiran data di tingkat KPPS," ujar hakim Guntur.
Catatan MK
Mahkamah pun memberikan catatan kepada KPU. MK meminta KPU memperbaiki Sirekap dalam mengawal suara pemilih.
"Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, terkait dengan penggunaan Sirekap, menurut Mahkamah dalam rangka perbaikan ke depan, Sirekap sebagai alat bantu untuk kepentingan transparansi dan mengawal suara pemilih untuk diketahui lebih awal, teknologinya harus terus dikembangkan sehingga tidak ada keraguan dengan data yang ditampilkan oleh Sirekap. Untuk itu, sebelum Sirekap digunakan perlu dilakukan audit oleh lembaga yang berkompeten dan madniri," katanya.
MK mengusulkan Sirekap tidak dipegang oleh KPU untuk menjaga objektifitas. Dia menyarankan lembaga pemerintah lain yang menangani Sirekap.
"Di samping itu untuk menjaga objektifitas dan validitas data yang diunggah, menurut Mahkamah perlu dibuka kemungkinan pengelolaan Sirekap dilakukan oleh lembaga yang bukan penyelenggara Pemilu," jelasnya.
Gerakan Salat Dikaitkan Zulhas Dukung 02 Telah Ditangani
MK menyatakan permasalahan soal candaan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas perihal gerakan salat yang dikaitkan dengan arah dukungan Pilpres 2024, sudah ditangani pihak Bawaslu.
Hakim MK Guntur Hamzah menjelaskan bahwa Mendag Zulkifli Hasan mengeluarkan candaan terkait bacaan dan gerakan salat yang dikaitkan dengan kontestasi Pilpres 2024 saat pertemuan bersama Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Semarang.
"Dalil yang disampaikan yakni pada acara tersebut terdapat sambutan dari Prabowo Subianto secara daring, dan juga foto Pasangan Calon Nomor Urut 2 sebagai latar belakangnya. Acara tersebut diduga disponsori oleh Kementerian Perdagangan," kata Guntur dalam sidang.
"Bahwa untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda Bukti P-27 sampai dengan Bukti P-29, serta saksi Mirza Zulkaraen dan Anies Prijo Ansharie (keterangan selengkapnya dimuat dalam bagian duduk perkara)," sambungnya.
Guntur mengatakan bahwa setelah MK memeriksa secara seksama dalil pemohon, jawaban Termohon, keterangan pihak terkait.
Juga setelah MK memeriksa bukti-bukti surat/tulisan dan lainnya, saksi yang diajukan pemohon, keterangan Bawaslu beserta bukti-bukti dan saksi yang diajukan, serta fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, pihaknya mempertimbangkan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Zulhas itu telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
"Namun, dalam menarik kesimpulan terkait dugaan pelanggaran pemilu terhadap peristiwa tersebut, Bawaslu belum memperhatikan aspek lain seperti penggunaan fasilitas negara, citra diri, dilakukan dalam pelaksanaan tugas penyelenggara negara, maupun waktu pelaksanaan yang berada dalam tahapan kampanye pemilu," ujarnya.
Airlangga Bagi Bansos di NTB Bukan Pelanggaran
Hakim Arsul Sani, menjelaskan pertimbangan putusan permohonan dari Anies dan Cak Imin terkait politisasi bansos oleh pejabat pemerintah.
Arsul mengatakan dugaan politisasi bansos oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartato di Nusa Tenggara Barat (NTB) awal Januari 2024 tidak terbukti.
"Airlangga Hartarto yang juga tercatat sebagai Ketua Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran melakukan pelanggaran pemilu berupa dugaan politisi bansos kepada warga Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 14 Januari 2024," kata Arsul.
"Dengan membagikan beras 10 kg dan mengatakan bahwa 'Presiden Jokowi meminta agar BLT El Nino dilanjutkan sampai bulan Juni, terima kasih kepada Pak Jokowi'," sambungnya.
Arsul mengatakan mahkamah telah memeriksa jawaban dari termohon, pihak terkait hingga bukti surat tulisan serta saksi yang diajukan oleh pemohon. Ia menyatakan kegiatan yang dilakukan Airlangga menurut Bawaslu telah sesuai dengan kewenangannya.
"Pelaksanaan kegiatan Kementerian Perekonomian berupa pembagian sembako maupun tidak adanya penggunaan fasilitas pemerintah dalam kegiatan kampanye HUT Partai Golkar. Terlebih lagi, berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu tersebut telah ternyata tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran pemilu selama berlangsungnya kedua acara tersebut," ujar Arsul Sani.
MK mengatakan dalil yang disampaikan pihak AMIN terkait pelanggaranp pemilu oleh Airlangga tak beralasan. Ia meminta keputusan MK untuk dihormati.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut mahkamah dalil pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]