Tahap kedua suap kemudian dilakukan pada Oktober 2024, di mana nominalnya melonjak tajam. Berdasarkan fakta persidangan, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta, meminta uang suap sebesar 3 juta dolar AS atau sekitar Rp 60 miliar kepada Ariyanto.
Namun, pada akhirnya yang diserahkan hanya 2 juta dolar AS atau setara Rp 32 miliar.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Proyek Miliaran di Dinkes Nias Barat: PPK Kembalikan Lagi Uang Rp330 Juta
Dari dua tahap transaksi, total uang suap yang diterima mencapai Rp 40 miliar. Dana tersebut dibagikan kepada sejumlah pejabat pengadilan yang kini juga menjadi terdakwa.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta menerima Rp 15,7 miliar, panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan mendapat Rp 2,4 miliar, Ketua Majelis Hakim Djuyamto kebagian Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota — Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin — masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Dalam perkara ini, Marcella Santoso, Ariyanto Bakri, Junaedi Saibih, dan Muhammad Syafei didakwa bersama-sama memberikan suap Rp 40 miliar untuk memengaruhi putusan bebas tiga korporasi CPO. Mereka didakwa melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a, dan/atau Pasal 13 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga:
Kejari Usut Korupsi Pembangunan Penyediaan Air Baku di Gunungsitoli, Konsultan Pengawas Ditahan
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.