“Kalau menuduh, harus ada buktinya. Jangan hanya berasumsi semua hotel atau restoran memutar musik,” ucapnya.
"Ini berbahaya jadi harus ada interpretasi yang adil, yang benar, yang clear tentang apa yang disebut dengan penggunaan musik dan lagu di area publik," sambungnya.
Baca Juga:
MA Kabulkan Kasasi Agnez Mo, Sengketa Hak Cipta Rp 1 Miliar dengan Ari Bias Berakhir
Sementara itu, Pelaksana Harian LMKN Tubagus Imamudin membenarkan bahwa surat tertanggal 28 Juli 2025 memang dikirim kepada pihak hotel.
Ia menilai respons hotel terlalu reaktif karena langsung menyampaikan bantahan ke publik alih-alih menggunakan hak jawab resmi.
“Seharusnya mereka minimal menghubungi kami bahwa tidak menggunakan musik. Harusnya selesai di situ,” ujarnya.
Baca Juga:
Kasasi Agnez Mo Terkait Sengketa Hak Cipta dengan Ari Bias Dikabulkan MA
Ketua LMKN Dharma Oratmangun menambahkan bahwa rekaman suara apapun, baik musik maupun suara alam, tetap termasuk ruang lingkup hak terkait jika berbentuk fonogram.
“Putar rekaman suara burung, suara apapun, produser yang merekam itu punya hak terhadap fonogram tersebut. Jadi tetap harus dibayar,” tegas Dharma.
Dalam penjelasan LMKN, kewajiban royalti hanya berlaku ketika pelaku usaha memutar rekaman suara, sedangkan suara yang berasal langsung dari alam atau hewan di lokasi tidak bisa dikenakan royalti.