WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pakar Hukum Mahfud MD, menohok kekeliruan fatal yang dibuat Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Nurcahyo Jungkung Madyo, saat mengumumkan status tersangka Nadiem Makarim.
Pada Kamis (4/9/2025), Kejaksaan Agung menggelar konferensi pers resmi untuk menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Baca Juga:
Mahfud MD: Pemisahan Pemilu Bukan Ranah MK, Bisa Buka Celah Kekacauan Politik
Namun, Mahfud MD menyoroti bahwa Nurcahyo melakukan kesalahan mendasar karena menyebut Nadiem sebagai Mendikbudristek pada Februari 2020, padahal saat itu nomenklatur kementerian masih berbeda.
Ia menjelaskan, pada periode Februari 2020, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) masih dipimpin Bambang Brodjonegoro, sementara Nadiem hanya menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Baru pada 28 April 2021, saat perombakan Kabinet Indonesia Maju, Kemenristekdikti dilebur ke dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan Nadiem resmi menjabat sebagai menterinya.
Baca Juga:
Lambat Usut HGB Pagar Laut, Mahfud MD Kritik Keras Aparat Hukum
Sejak itu, fungsi riset dan teknologi melebur ke Kemendikbudristek, sedangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berdiri sebagai lembaga mandiri.
Mahfud mengingatkan, penyebutan jabatan yang keliru oleh Nurcahyo dapat berimplikasi besar terhadap proses hukum yang tengah berjalan.
"Saat mengumumkan NAM sebagai tersangka korupsi Dirdik Nurcahyo dari Kejagung menyebut Jabatan NAM di bulan Pebruari 2020 adalah Mendikbudristek," tulis Mahfud di akun X pribadinya.
"Harus cermat, saat itu NAM adalah Mendikbud, belum Mendikbudristek. Hati-hati dalam dakwaan nanti, subjectum litis bisa dieksepsi lho," tegasnya.
Sementara itu, kasus ini sendiri berkembang cepat setelah Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dan melakukan penangkapan usai pemeriksaan.
Nadiem diduga melakukan praktik korupsi terkait pengadaan laptop Chromebook pada periode 2019–2022 yang nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,98 triliun.
Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyatakan Nadiem merupakan tersangka kelima dalam perkara tersebut, dengan peran meloloskan keterlibatan Google dalam proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Menurut Nurcahyo, Nadiem diduga menabrak sejumlah aturan penting, mulai dari Perpres No 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tahun anggaran 2021, Perpres No 16 Tahun 2018 yang diubah dengan Perpres No 12 Tahun 2021, hingga Peraturan LKPP No 7 Tahun 2018 yang diubah dengan Peraturan LKPP No 11 Tahun 2021.
Pelanggaran atas peraturan itu disebut menjadi pintu masuk terjadinya praktik korupsi yang menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]