WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saling adu kritik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saling balas kritik ini dimulai saat Mahfud menuding KPK sering melakukan kesalahan. Misalnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dengan bukti yang masih sangat minim.
Baca Juga:
Maxime Bouttier, Adzana Ashel, dan Pemain WeTV Original Rekaman Terlarang Lainnya Ramaikan Indonesia Comic Con 2024
"Kesalahan-kesalahan yang menyebabkan orang menjadi korban, karena terlanjur orang menjadi target, terlanjur OTT," kata Mahfud saat menghadiri Dialog Kebangsaan dengan Mahasiswa Indonesia se-Malaysia di Kuala Lumpur, Jumat (8/12).
"Padahal bukti enggak cukup, dipaksakan juga ke penjara bisa terjadi. Makanya UU KPK direvisi," lanjutnya.
Pernyataan Mahfud ini kemudian dibantah langsung oleh Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, dilansir CNNIndonesia, Sabtu (9/12/23).
Baca Juga:
Korupsi Suap Proyek Jalur Kereta, KPK Tetapkan Pejabat BPK Jadi Tersangka
Kata Nawawi, data dari putusan pengadilan yang sudah ada selama ini justru menunjukkan penyelidikan dan penyidikan KPK sudah dilakukan secara tepat.
"Jika ada penetapan-penetapan tersangka yang tak cukup bukti, data dari produk-produk putusan pengadilan termasuk pengujian pada praperadilan, cukup menunjukkan bahwa kerja-kerja penyelidikan dan penyidikan telah dilakukan secara tepat dan berdasar aturan hukumnya," kata Nawawi.
Kata Nawawi, KPK juga akan tetap bekerja pada semua aspek ruang tugas sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Mulai dari aspek pencegahan, pendidikan, penindakan, hingga keputusan pada norma aturan hukum acara.
"Serta SOP yang ada dengan tetap mengedepankan pada prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak asasi," katanya.
Mahfud MD ralat
Setelah menyebut KPK kerap melakukan penindakan minim bukti, Mahfud yang saat ini berstatus calon wakil presiden dari nomor urut tiga bersama capres Ganjar Pranowo itu pun meralat pernyataannya.
Kata Mahfud, kritik yang disampaikan saat berdialog di Malaysia itu terkait penetapan tersangka KPK yang kerap kali tanpa bukti cukup. Jadi, kata dia, itu tidak ada kaitannya dengan operasi tangkap tangan.
"Saya ralat dan perbaiki, bukan OTT, tapi menetapkan orang sebagai tersangka buktinya belum cukup, sampai bertahun-tahun itu masih tersangka terus," kata Mahfud di Bandung dalam keterangan resminya, Sabtu (9/12).
Dia kemudian berdalih alasan revisi Undang-undang KPK dilakukan dan memasukkan penerbitan SP3 juga didasarkan pada hal tersebut.
Kata Mahfud, saat ini juga banyak tersangka korupsi yang telah lama menyandang status tersangka, tapi sidang tidak kunjung dilakukan karena minim bukti.
"Itu kan menyiksa orang, itu tidak boleh. Kalau OTT mungkin kemarin saya keliru menyebut OTT dengan tersangka, TSK dan OTT," kata Mahfud.
"Kalau OTT selama ini, KPK sudah cukup bisa membuktikan. Makanya itu diperbaiki besok agar orang tidak tersandera seumur hidup jadi tersangka tapi tidak pernah dibawa ke pengadilan," lanjutnya.
[Redaktur: Sandy]