"Pengalaman kemarin Pilkada 2020 dari tempat yang 0 signal katakanlah menuju ada signal yang dirusinya katakanlah paling rendah itu 8 jam, kalau yang paling lama itu sekitar 15 jam dan alhamdulilah pengalaman 2020 Sirekap bekerja dengan baik. Makanya itu segera kita bahas Peraturan KPU tentang pemungutan, penghitungan suara dan itu dijadikan dasar untuk memabngun Sirekap yang akan kita gunakan sebagai metode atau alat bantu hitung suara dan publikasi," imbuh dia.
Sebelumnya, Mahfud Md mengatakan ada kecurangan di setiap Pemilu. Namun, katanya, kecurangan dilakukan oleh peserta Pemilu.
Baca Juga:
KPU Sulawesi Utara Evaluasi Pertanggungjawaban Keuangan Dana Hibah Pemilihan Serentak 2024
"Saya mengatakan begini, apakah Pemilu kita itu akan bebas dari kecurangan. Tidak, Pemilu itu pasti diwarnai kecurangan. Yang kemarin dan besok," kata Mahfud di UIN Jakarta, Selasa (23/5).
Mahfud kemudian mencontohkan Pemilu pada Orde Baru (orba). Dia mengatakan kecurangan Pemilu saat Orba dilakukan oleh pemerintah. Namun kini, menurut Mahfud, kecurangan dilakukan oleh para peserta Pemilu.
"Kalau dulu zaman Orba tak bisa dibantah, curang. Itu yang curang pemerintah, terhadap rakyat," kata Mahfud.
Baca Juga:
Eddy Soeparno Tegaskan MPR Tetap Pegang Keputusan KPU soal Gibran
"Apakah (Pemilu) besok ada kecurangan, pasti ada. Sudah lima kali Pemilu kita, tahun 1999, 2004, 2009 , 2014, 2019 curang terus. Tetapi beda, yang curang sekarang itu adalah peserta Pemilu sendiri. Bukan pemerintah," tambahnya.
Mahfud mengatakan partai politik juga saling menggugat karena merasa dicurangi. Dia mengatakan gugatan itu terkait dengan perolehan suara.
"Misalnya partai a menggugat b, b menggugat c, c menggugat f. Saling menggugat gitu karena merasa dicurangi. Siapa, yang curang biasanya pesertanya membayar orang di TPS. Memalsu suara perjalanan dari TPS ke kelurahan, dari kelurahan ke kecamatan," ujarnya. [eta]