Akibat penyimpangan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp223,8 miliar. Kerugian ini dihitung dari selisih antara pembayaran yang diterima PT Totalindo dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya senilai Rp371,5 miliar dan harga pembelian tanah sebenarnya sebesar Rp147,7 miliar, setelah memperhitungkan berbagai biaya.
Asep mengungkapkan adanya indikasi penggelembungan harga (mark-up) dan penyimpangan lainnya. Yoory bahkan mengarahkan untuk tidak menggunakan penilaian independen dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Baca Juga:
33 Prajurit TNI Terlibat Penyerangan di Desa Selamat, Panglima Kodam I Sampaikan Rasa Duka Mendalam
Selain itu, kajian internal terkait penawaran dari PT Totalindo juga tidak dilakukan.
KPK juga mengungkapkan bahwa Yoory menerima fasilitas berupa valas senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Selain itu, aset pribadi Yoory, seperti rumah dan apartemen, dibeli oleh pegawai PT Totalindo dengan dana perusahaan.
Para tersangka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga:
Anak-Anak Muda INBI Tingkatkan Kualitas Pendidikan Lewat Program Bimbel Panti
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.