WahanaNews.co | Kepala Bagian
Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar
Laksono, mengatakan, sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tak bisa diuji ke MK
jika belum diundangkan. Begitu pula dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang
disahkan DPR pada 5 Oktober lalu.
"Untuk
menjadi UU dan berlaku mengikat secara hukum, suatu RUU yang sudah disetujui
bersama DPR dan Presiden harus diundangkan dulu," kata
Fajar dalam pesan tertulisnya, Minggu (11/10/2020).
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Fajar
mengatakan, selama belum diundangkan, maka aturan
itu belum berlaku mengikat dan tidak memiliki implikasi apapun.
RUU yang
disahkan juga belum mempunyai objek permohonan apabila digugat uji materi ataujudicial
reviewke MK.
"Kalau
belum berlaku mengikat, maka belum ada implikasinya, belum ada yang dirugikan,
dan pengajuan permohonan JR belum punya objek permohonan," ucapnya.
Baca Juga:
Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan: Kaji Ulang Omnibus Law Jika Terpilih
Fajar
memastikan, hakim MK siap memproses gugatan uji materi UU Cipta Kerja yang
kemungkinan akan diajukan oleh berbagai elemen masyarakat. Pihaknya juga
mengaku tidak terlibat dalam dukung mendukung
terhadap UU
tersebut.
"MK
memastikan selalu siap menerima dan memproses permohonan PUU (Pengujian
Undang-Undang)," ujarnya.
Wartawan sudah mencoba menghubungi Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM,
Dedet, untuk mengetahui perkembangan penomoran RUU tersebut. Namun ia
tidak merespons.
Dalam situs
JDIH Sekretariat Negara juga belum ada unggahan mengenai Omnibus Law UU Cipta
Kerja.
Sesuai tata
cara pengundangan perundang-undangan, RUU yang telah disahkan menjadi UU harus
diundangkan terlebih dulu.
Pengundangan
ini dilakukan dengan memberi nomor dan tahun pada lembaran negara untuk
kemudian ditandatangani Menteri Hukum dan HAM.
Kemudian UU
tersebut akan dibubuhi tanda tangan Presiden dalam
jangka waktu paling lama 30 hari sejak disetujui bersama oleh DPR dan
pemerintah.
Sekali pun
tidak ditandatangani Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Presiden Joko
Widodo sebelumnya meminta kalangan yang tak puas pada Omnibus Law UU Cipta
Kerja mengajukan uji materi ke MK. Menurutnya, sistem ketatanegaraan telah
mengatur soal mekanisme gugatan tersebut.
Namun,
dosen Fakultas Hukum Monash University Australia,
Nadirsyah Hosen, mengingatkan agar pihak-pihak yang ingin mengajukan gugatan berhati-hati
dan spesifik menentukan argumen-argumen yang dapat dijadikan dalil gugatan.
Anggota
Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) ini meyakini,
MK tidak akan begitu saja menyatakan menerima atau menolak apabila gugatan
disertai dengan argumen yang tepat.
Sejauh ini,
sejumlah pihak yang berencana mengajukan gugatan UU Cipta Kerja ke MK adalah
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (KSPI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), termasuk
PBNU. [qnt]