WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman RI (ORI) Mokhammad Najih mengingatkan tawaran kerja ke luar negeri yang bersifat daring melalui media sosial (medsos) rentan berisiko bagi pekerja migran menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Ya, memang sekarang ini dengan kemajuan teknologi, kadangkala masyarakat kita juga tidak sempat untuk menyaring apakah informasi ini benar atau tidak," ujarnya di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (21/11/2025) melansir Antara.
Baca Juga:
5 Pelayan Cafe yang Terjaring Razia Satpol PP Tapteng Diduga Korban Perdagangan
Menurut Najih, banyaknya kasus perekrutan secara daring tersebut menyebabkan keresahan banyak pihak karena informasi-informasi di media sosial tersebut sangat mempengaruhi masyarakat terkait tawaran-tawaran ke luar negeri dengan mudah.
"Informasi itu seolah-olah real, seolah-olah nyata bisa menjadi alat untuk mempengaruhi masyarakat," katanya.
Hal ini, kata Najih, disebabkan oleh belum optimalnya keimigrasian dalam mencatat kepergian dan kepulangan warga Indonesia yang bekerja sebagai pekerja migran.
Baca Juga:
Ombudsman: Pertamina Gagal Tata Kelola Pengadaan Barang dan Jasa
"Keimigrasian itu mestinya bisa mencatat orang-orang yang keluar masuk ke luar negeri yang berpotensi, terutama di daerah-daerah yang berasal dari tempat yang banyak terjadinya perdagangan orang," tuturnya.
Menurut Najih, Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah kasus TPPO terbanyak dan dia pun turut menegaskan pentingnya sinergi pemerintah daerah dalam peran mengawasi dan melindungi setiap warganya yang kelak akan menjadi pekerja migran.
"Pemerintah daerah juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam rangka pencegahan terutama untuk melakukan sosialisasi dan mendidik masyarakat yang akan melakukan kerja-kerja ke luar negeri," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro menegaskan bahwa pencegahan kasus TPPO yang bersifat daring itu bisa melalui integrasi sistem yang tidak parsial (terpisah).
"Kami menemukan memang salah satu persoalan pencegahan TPPO yang belum tuntas adalah soal integrasi sistem," ucap Johanes.
Integrasi data ini, tutur Johanes, dapat mendorong kerja kolaboratif berbagai kementerian atau lembaga untuk menangani integrasi dan kebaruan data yang dapat bergerak real-time untuk perlindungan yang bersifat daring.
"Integrasi dalam artian bagaimana ada konektivitas antar lembaga terkait sehingga datanya juga real-time," ujarnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]