WahanaNews.co | Sekjen
PAN Eddy Soeparno bicara blak-blakan, sebenarnya PAN ingin bergabung ke koalisi
Jokowi-Ma'ruf Amin saat Pilpres 2019 tapi dijegal Amien Rais. Menanggapi hal
ini, Partai Ummat besutan Amien Rais angkat bicara.
Baca Juga:
Ini Daftar Partai yang Dukung Anies dalam Pilpres 2024
"Kami senang Sekjen PAN membuka posisi politiknya
kepada publik. Biar nanti para pendukung PAN di Pemilu 2019 dan Pilpres 2019
kemarin menilai sikap politik pimpinan PAN," kata loyalis Amien Rais yang juga pengurus Partai Ummat, Nazarrudin, saat dihubungi, Jumat (28/5/2021).
Nazar menjelaskan, sikap politik mendukung Prabowo-Sandiaga
Uno di Pilpres 2019 bukan hanya sikap Amien Rais. Tapi, sikap tersebut
merupakan amanah dari mayoritas konstituen PAN.
"Sikap Pilpres 2019 bukan sikap Pak Amien seorang, tapi
sikap mayoritas konstituen PAN dan warga Muhammadiyah. Aspirasi mereka menjadi
bagian dari aspirasi politik umat sejak Pilpres 2014 dan Pilkada DKI
2017," kata Nazar.
Baca Juga:
DPD Partai Ummat Sukabumi Optimis Meraih Kursi Terbanyak
Ia juga menyinggung pernyataan Edy Soeparno bahwa PAN tidak
punya DNA oposisi. Hal tersebut semakin menunjukkan orientasi politik yang haus
kekuasaan.
"PAN itu partai yang dahulu menjadi lokomotif reformasi
untuk mengembalikan tatanan demokrasi. Demokrasi itu rohnya adalah check and
balances," jelasnya.
Ia menegaskan, sebagai partai seharusnya siap dengan risiko.
Saat berkoalisi dan menang, bisa berada di pendukung kekuasaan. Tapi, saat
kalah harus siap berada di oposisi.
"Kadang kita menjalin koalisi untuk memenangkan
kekuasaan. Tapi kita juga harus siap menjadi oposisi ketika kalah dalam
pertarungan perebutan suara. Di situlah perbedaan Pak Amien dengan pimpinan PAN
saat itu," jelas Nazar.
Loyalis Amien Rais ini menceritakan, saat itu Amien Rais
sebagai patron PAN membuat keputusan berani. Mereka siap beroposisi karena
kalah dalam Pilpres 2019.
"Kita tidak bisa sejalan dalam platform politik,
terutama dalam memperjuangkan aspirasi umat, ya oposisi. Tapi mereka kan maunya
terus berkuasa. Orientasinya kekuasaan dan kekuasaan. Sekali lagi, biarlah
masyarakat yang menilai," terangnya.
"Kalau dahulu merasa benar dan yakin langkah politiknya
sejalan dengan aspirasi konstituen, kenapa takut. Mereka jelas tahu bahwa sikap
konstituen sejalan dengan sikap Pak Amien," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Sekjen PAN Eddy Soeparno bercerita
mengenai arah dukungan PAN saat Pilpres 2019. Eddy menyebut PAN sebenarnya
ingin bergabung ke koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin tapi dijegal Amien Rais.
"Kejadiannya hari itu dua hari sebelum PAN mengumumkan
pencapresan Prabowo-Sandi sebelum pilpres. Saya bicara dengan Mas Hasto, 'Mas,
kita insyaallah akan bergabung dengan koalisi Mas Hasto.' Tetapi, karena waktu
itu kita diveto, kemudian kita gabung dengan Prabowo-Sandi," kata Eddy
dalam diskusi Para Syndicate, Jumat (28/5).
Eddy mengatakan keputusan memang berada di Ketua Umum
Zulkifli Hasan. Namun, pihaknya menghormati Amien Rais, yang kala itu masih
berada di PAN.
"Waktu itu memang, meskipun Ketua Umum Zulkifli Hasan,
tapi tentu kita mendengarkan tokoh sentral kita, tokoh sentral kita, tokoh
senior kita. Pada saat itu, apa pandangan beliau dan kita betul-betul memang
pandangannya berbeda dengan pandangan pengurus yang lain," ujarnya.
Padahal, menurut Eddy, PAN tidak pernah memiliki DNA oposisi
dari pemerintahan sebelumnya. Eddy lantas mengaku pernah dihujat oleh internal
partai.
"Nah saya sampaikan dalam pertemuan itu bahwa PAN tidak
memiliki DNA oposisi dan saya terus terang dihujat banyak di kalangan internal
kita, 'kok sekjen sangat berani mengatakan PAN tidak punya DNA oposisi?' Memang
demikian adanya menurut saya. Kalau partai lain secara terang-terangan dirinya
mengatakan partai oposisi, masyarakat percaya," ujarnya.
"Kalau PAN bersuara kita partai oposisi, nanti kita
ditanya, 'Yang bener? Kok masih suka bermesra-mesraan dengan pemerintah? Kok
masih suka bekerja sama dengan partai koalisi pemerintah,'" ujarnya.
Seperti diketahui, pada Pilpres 2019 hanya ada dua pasangan
calon yang berkontestasi, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan Jokowi-Ma'ruf
Amin. Saat itu, PAN mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga. [dhn]