WahanaNews.co | PDI Perjuangan meminta DPR dan Presiden Joko Wododo untuk mendorong peristiwa penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 27 Juli 1996 atau dikenal dengan peristiwa Kudatuli ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dalam peringatan 27 tahun Kudatuli yang digelar di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Kamis (27/07/23).
Baca Juga:
Jika Diusung PDIP di Pilgub Jakarta 2024, Ahok Siap Menangkan Anies Baswedan
"Akan merekomendasikan kepada DPR dan juga pemerintah melalui presiden Jokowi, untuk memasukkan 27 Juli sebagai pelanggaran HAM berat," kata Hasto.
Hasto ingin peristiwa kudatuli ini dibawa sampai ke pengadilan HAM. Sebab dia meyakini peristiwa itu merupakan HAM berat.
Hasto juga menyebut PDIP meminta Komnas HAM untuk membentuk tim Ad Hoc penyelidikan penetapan HAM berat kasus Kudatuli. Untuk mendorong penetapan HAM berat itu, kata Hasto, PDIP juga bakal berkoordinasi dengan Kemenkopolhukam.
Baca Juga:
Berikut Daftar 13 Bakal Cagub dan Cawagub yang Diusung PDIP
"Kemudian kita juga akan ke Komnas HAM dan menulis surat ke DPR RI dan berdialog dengan Menkopolhukam mengusulkan peristiwa Kudatuli masuk ke dalam pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Berdasarkan Undang-undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM berat tidak akan memiliki kedaluwarsa.
"Persoalan pelanggaran HAM tidak mengenal kata kadaluarsa tidak bisa dihapuskan dengan cara apapun," ujarnya.
Hasto mengatakan bahwa tragedi Kudatuli tidak akan pernah hilang dalam sejarah.
Peristiwa itu, kata Hasto, bermula dari adanya gerakan arus bawah melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Sukolilo tahun 1993.
Kongres itu merupakan benih-benih yang mendorong penguasa untuk segala cara termasuk tindak kekerasan guna menghambat kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Puncaknya, kata Hasto, melalui peristiwa kudatuli.
"Kita lihat ketika sejarah konsolidasi politik dilakukan secara paksa melalui fusi partai politik saat itu didesain hanya menjadi aksesoris demokrasi," jelasnya.
Bentuk tim buka bukti otentik kasus kudatuli
PDI Perjuangan mengaku akan membentuk tim hukum untuk membuka kembali bukti otentik terkait kasus Kudatuli.
"Langkah pertama, kami akan bentuk tim lagi, untuk kemudian mengumpulkan seluruh data-data, termasuk dari mas Usman Hamid [Amnesty International Indonesia] tadi," kata Hasto.
Hasto juga menyebut PDIP meminta Komnas HAM untuk membentuk tim Ad Hoc penyelidikan penetapan HAM berat kasus Kudatuli. Untuk mendorong penetapan HAM berat itu, kata Hasto, PDIP juga bakal berkoordinasi dengan Kemenkopolhukam.
"Kemudian kita juga akan ke Komnas HAM dan menulis surat ke DPR RI dan berdialog dengan Menkopolhukam mengusulkan peristiwa Kudatuli masuk ke dalam pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Hasto meyakini bahwa peristiwa Kudatuli merupakan pelanggaran HAM berat. Bahkan, dia menganggap Kudatuli juga serangan brutal yang dilakukan atas nama kekuasaan rezim Orde Baru secara sengaja.
"Persoalan pelanggaran HAM tidak mengenal kata kadaluarsa tidak bisa dihapuskan dengan cara apapun," ujarnya.
Peristiwa Penyerangan 27 Juli 1996 ditandai dengan penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta.
Saat itu, kantor DPP PDI yang dikendalikan oleh pendukung Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Surabaya 1993, diserbu oleh kelompok pendukung Soerjadi (Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Medan 1996). Soerjadi saat itu didukung ratusan aparat kepolisian.
Berdasarkan catatan awal Amnesty International sebanyak 206 hingga 241 orang ditangkap aparat keamanan setelah Penyerbuan 27 Juli.
Lalu sedikitnya 90 orang luka-luka dan antara lima dan tujuh orang dilaporkan meninggal.[sdy]