WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia yang juga pengamat kepemiluan dan politik, Titi Anggraini, menegaskan bahwa istilah “nonaktif” bagi anggota DPR tidak dikenal dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), sehingga langkah partai politik yang menyatakan menonaktifkan kadernya di DPR lebih bersifat kebijakan internal dan tidak berdampak langsung pada status keanggotaan parlemen.
“Undang-Undang MD3 tidak mengenal istilah nonaktif, yang ada hanya mekanisme pergantian antar waktu (PAW),” kata Titi, melansir Tempo, Senin (1/9/2025).
Baca Juga:
Megawati Resmi Lanjutkan Kepemimpinan PDIP, 26 Tahun Jadi Ketum Tanpa Putus
Ia menjelaskan bahwa mekanisme PAW diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 17 Tahun 2014 jo. UU Nomor 13 Tahun 2019, yang dimulai dari usulan resmi partai kepada pimpinan DPR, kemudian diteruskan ke presiden, dan presiden mengeluarkan Keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota DPR yang bersangkutan sekaligus menetapkan penggantinya dari calon legislatif dengan suara terbanyak berikutnya di daerah pemilihan yang sama pada Pemilu terakhir.
Titi menegaskan bahwa selama proses PAW belum ditempuh, anggota DPR yang dinyatakan “nonaktif” oleh partai tetap sah sebagai anggota dewan dengan seluruh hak dan kewajiban, termasuk hak atas gaji dan fasilitas.
Meski demikian, Titi menilai demi menjaga marwah pribadi dan kredibilitas partai, anggota DPR yang bersangkutan sebaiknya mengundurkan diri secara sukarela, karena hal itu memberi kepastian hukum sekaligus menunjukkan sikap etis dan tanggung jawab kepada publik.
Baca Juga:
MK Putuskan Pemimpin Organisasi Advokat Dilarang Jadi Pimpinan Parpol dan Pejabat Negara
Ia mengingatkan partai politik agar tidak menggunakan istilah yang tidak diatur dalam perundang-undangan dan menyarankan bahasa yang tegas serta sesuai ketentuan formal, karena istilah “nonaktif” hanya seperti drama untuk meredam masalah sesaat.
Titi menilai drama penonaktifan anggota DPR seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya hanya untuk meredam amarah publik sementara, dan juga mengingatkan bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tidak mengenal aturan nonaktif, yang ada hanya mekanisme meninggal, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
Sebelumnya, sejumlah anggota DPR dinonaktifkan usai komentar mereka memicu amarah publik, antara lain Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach yang dinonaktifkan oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, serta Eko Patrio dan Uya Kuya yang dinonaktifkan oleh Partai Amanat Nasional, diumumkan melalui keterangan resmi DPP PAN.