WahanaNews.co, Jakarta – Terkait penggeledahan diduga rumah crazy rich Helena Lim terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022, Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara.
Kabar penggeledahan rumah dari Helena Lim itu viral di media sosial berkaitan dengan kegiatan penyitaan oleh Kejagung pada periode 6 sampai 8 Maret kemarin.
Baca Juga:
Budi Said Crazy Rich Surabaya Didakwa Rugikan Negara Rp1 Triliun
Dalam keterangannya, Kejagung melakukan serangkaian penggeledahan di beberapa tempat, yakni kantor PT QSE, PT SD, dan rumah tinggal dari inisial HL di DKI Jakarta. Sosok HL itulah yang kemudian diduga merupakan Crazy Rich Helena Lim.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana tidak membantah ataupun membenarkan sosok HL dimaksud adalah Helena Lim.
Kendati demikian, ia memastikan penggeledahan dilakukan untuk menindaklanjuti keterangan dari tersangka dan saksi terkait aliran dana kegiatan tata niaga timah ilegal.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Timah, Crazy Rich PIK Helena Lim Jalani Sidang 21 Agustus
"Nanti saja, biar teman-teman media juga lagi penasaran. Biar penasaran, nanti akan disampaikan," ujarnya kepada wartawan di Gedung Kejagung, dikutip Kamis (21/3/2024).
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus sebelumnya menyita uang tunai sebesar Rp10 miliar dan 2 juta dolar Singapura serta barang bukti elektronik berupa kumpulan dokumen terkait.
Selain penyitaan tersebut, Kejagung pada akhir tahun lalu, juga sudah menyita 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram serta uang tunai dalam bentuk rupiah senilai 76,4 miliar.
Selanjutnya penyidik juga turut menyita sejumlah mata uang asing yakni 1,547 juta dolar Amerika Serikat dan 411.400 dolar Singapura.
Dalam kasus ini, Kejagung menduga terdapat pelanggaran yang dilakukan terkait kerja sama pengelolaan lahan PT Timah Tbk dengan pihak swasta secara ilegal.
Hasil pengelolaan itulah yang kemudian dijual kembali oleh pihak swasta kepada PT Timah Tbk sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.
[Redaktur: Alpredo Gultom]