Choirul menjelaskan, alasan mundurnya Mahfud dari jabatan menteri itu karena dua pertimbangan strategis. Pertama, adalah fairness. "Kami memang pengin penyelenggaraan pemilu ini fair, tidak curang. Tidak menyalahgunakan kewenangan, fasilitas negara, dan sebagainya," ujar dia.
"Kami juga hitung dalam konteks manfaat dan mudarat," tutur dia. Perihal manfaat itu, dia menjelaskan, terutama kepentingan internal, seperti efektivitas kampanye maupun aspek pencegahan penyelenggaraan pemilu.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Sehingga proses penyelenggaraan pemilu tersebut, kata dia, tidak menyalahi peraturan maupun prosedur pemilu. "Atau dalam istilah keren, jangan sampai penyelenggaraan pemilu dilakukan dengan curang. Itu dinamika pembicaraan dan sebagainya," uja Choirul.
Choirul menyatakan bahwa elemen yang paling penting dalam pembahasan mengenai kemungkinan mundurnya Calon Wakil Presiden (Cawapres) Ganjar Pranowo, seperti yang dijelaskan oleh Mahfud Md., adalah bahwa Mahfud masih menunggu momen yang tepat.
Menurut Choirul, ini berarti menunggu momen yang sangat relevan, terutama terkait pertanyaan dari masyarakat mengenai apakah keputusan tersebut terkait dengan dugaan kecurangan atau ketidakcurangan dalam konteks pelaksanaan pemilihan umum. Choirul menekankan bahwa situasi ini masih berkembang saat ini.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
Choirul menjelaskan bahwa menunggu momentum bukanlah sekadar menunggu waktu atau bulan tertentu untuk mengambil langkah mundur.
Menurutnya, menunggu momentum mengindikasikan bahwa Mahfud menantikan aktivitas atau peristiwa yang sangat terkait dengan penyelenggaraan pemilu yang adil.
Ia menekankan bahwa keputusan untuk mundur atau tidak mundur akan diambil dalam konteks menjaga keadilan dalam pelaksanaan pemilihan umum.