Pilkada serentak 2020 masih menyisakan
permasalahan serius dalam konteks pemberantasan korupsi lantaran masih ada
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tersandera kasus
hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan korupsi yang
berlangsung tidak sebentar menyebabkan politisi yang tersandera kasus korupsi
maupun gratifikasi dapat mencalonkan diri.
Baca Juga:
Bawaslu Kota Gunungsitoli Buka Rekrutmen Panwaslucam di Pilkada 2024, Ini Syaratnya
Penyebab lainnya yakni format hukum
yang mewajibkan lembaga penyelenggara pemilu wajib menghormati proses hukum
terhadap politisi yang tersandera kasus di KPK sebelum dijatuhi vonis bersalah
oleh pengadilan.
Artinya, regulasi tidak melarang
orang-orang yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dan gratifikasi
mencalonkan diri, meskipun penyelenggara pemilu memiliki semangat yang sama
dengan rakyat untuk melahirkan pemimpin yang bersih, dan dapat membangun daerah
yang dipimpin.
Selain itu, kata dia kehadiran
politisi yang tersandera kasus hukum di KPK sebagai peserta pilkada sebagai
gambaran kegagalan partai politik dalam menyaring secara jernih bakal calon
kepala daerah sebelum didaftarkan di KPU.
Baca Juga:
KPU Bakal Tetap Pakai Sirekap di Pilkada 2024
Partai politik masih memainkan peran
sebagai partai pengusung atau pendukung hanya dengan mempertimbangkan
kemenangan dan kekalahan.
"Ini kami istilahkan sebagai
tirani ilegal. Kita tahu (kondisi) ini tidak benar, tetapi secara legal harus
diikuti. Artinya kita tersandera dalam format hukum, dan pilihan partai politik
yang tidak melalui proses yang jenih," ujarnya, yang juga mantan tim
seleksi anggota Bawaslu Kepulauan Riau. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.