WahanaNews.co | Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq.
Lutfhi merupakan terpidana kasus suap terkait pengurusan kuota impor sapi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
"Tolak," demikian amar putusan PK yang dikutip dari situs MA, Selasa (16/11/2021).
Adapun penolakan itu temuat dengan nomor register 285/PK/Pid.Sus/2021 di Pengadilan Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Luthfi mengajukan PK atas vonis 18 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
"Setelah menjalani 7 tahun pidana, pemohon menemukan alasan-alasan agar majelis Peninjauan Kembali menjatuhkan putusan bebas atau ringan kepada pemohon dengan alasan kekeliruan dan kekhilafan hakim," kata kuasa hukum Luthfi Hasan, Sugiyono, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Dalam permohonan PK tersebut, Luthfi membandingkan kasusnya dengan putusan PK mantan Ketua DPD, Irman Gusman; putusan kasasi mantan Menteri Sosial, Idrus Marham; dan putusan kasasi dirinya.
Sugiyono mengatakan, tiga perkara tersebut menghasilkan putusan yang berbeda sedangkan ketiganya sama-sama didakwa menerima sesuatu sebagai penyelenggara negara dengan pertimbangan tidak terkait dengan kewenangannya.
Seperti diketahui, Idrus dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1 dan Irman divonis bersalah dalam kasus suap terkait kuota impor di Perum Bulog.
"Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan perbuatan Idrus dan Irman tidak terkait dengan ruang lingkup kewenangannya yang berakibat Idrus dan Irman tidak terbukti menerima suap tapi menerima gratifikasi sehingga putusan majelis kasasi terhadap pemohon tidak adil dan pemohon mengajukan PK," ujar Sugiyono.
Sugiyono pun menilai, ada kekeliruan mendasar hakim kasasi terhadap Luthfi, yakni pasal dasar putusan, yaitu Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kekeliruan mempertemukan fakta dan hukumnya ketika majelis hakim pemohon menyatakan terbukti pasal 12 padahal seharusnya yang diterapkan ketentuan pasal 11 sebagaimana majelis PK Irman Gusman dan majelis kasasi Idrus Marham dan majelis PK pemohon harus membatalkan putusan terdahulu," kata Sugiyono.
Sementara itu, terkait TPPU, Sugiyono menilai perbuatan pencuian uang yang didalilkan tidak sesuai dengan penerapan UU TPPU.
"Pemohon menilai pertimbangan hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi tidak memenuhi unsur tempus delicti tindak pidana asal sehingga hanya menjadi dugaan saja," kata Sugiyono.
Diketahui, dalam putusan kasasi, MA memperberat hukuman Luthfi dari 16 tahun penjara menjadi 18 tahun penjara.
Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9/2014) dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung, M Askin dan MS Lumme.
Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi.
Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah. [dhn]