WahanaNews.co | Mendapati berita terkait perintah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) agar KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, mengaku terkejut.
Di mata Hamdan, PN Jakpus telah melampaui kewenangannya dan kompetensinya, lantaran berdasarkan penalaran yang wajar, akan berimbas pada tertundanya Pemilu 2024. menilai, .
Baca Juga:
Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Abdul Faris Umlati, ARUS Terus Melaju
"Walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompetensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut, arena bukan kompetensinya," ungkap Hamdan, melansir Kompas.com, Jumat (3/3/2023).
Dia menduga majelis hakim salah memahami materi pengaduan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), yang merasa dirugikan lantaran dinyatakan KPU tidak memenuhi syarat keanggotaan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"Seharusnya dipahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompetensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK," jelas Hamdan.
Baca Juga:
Debat Terakhir Pilgub Sultra 2024 Fokus pada Isu Lingkungan
"Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum," ia menambahkan.
Ketentuan ini pun sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu lewat Pasal 470 dan 471.
"Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verifikasi dan bukan kompetensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah," ungkapnya.
Sementara itu, KPU RI tegas menyatakan bakal banding atas putusan PN Jakpus.
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, menyinggung bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tengang Pemilu hanya mengatur kemungkinan pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
Keduanya dimungkinkan terjadi apabila terjadi kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan, maupun gangguan lain yang menyebabkan tahapan pemilu tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Pemilu lanjutan dilaksanakan apabila gangguan-gangguan tersebut membuat pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilakukan sebagian.
Sementara itu, pemilu susulan merupakan mekanisme apabila gangguan-gangguan tersebut membuat pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilakukan seluruhnya.
"Dalam peraturan penyelanggaraan pemilu, khususnya Pasal 431 sampai Pasal 433 (UU Pemilu), itu hanya ada dua istilah yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan," ujarnya, Kamis sore.
Melansir Kompas.com, argumen ini juga pernah disampaikan KPU ketika PRIMA dan sejumlah partai politik lain yang tak lolos sebagai peserta Pemilu 2024 membentuk aliansi bernama "Gerakan Melawan Political Genocide".
Gerakan yang mayoritas berisi partai-partai yang tidak lolos tahap pendaftaran 15 Agustus 2022, yakni Partai Masyumi, Perkasa, Pandai, Kedaulatan, Reformasi, Pemersatu Bangsa, dan Berkarya, serta Partai Republik Satu dan PRIMA yang tak lolos verifikasi administrasi 14 Oktober 2022 itu mendesak tahapan Pemilu 2024 dihentikan karena merasa dicurangi.
Partai-partai politik tersebut sempat menggugat KPU ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI atas tidak lolosnya mereka, namun Bawaslu menyatakan KPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu yang menyebabkan partai-partai politik itu gagal melaju sebagai peserta Pemilu 2024. [ast/eta]