WahanaNews.co | Pengurus Pusat Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (BPPH) apresiasi aksi tegas Ketua RT Riang Prasetya yang melakukan pembokaran ruko di Jalan Niaga, Blok Z 4 Utara, Pluit.
Dwi Putra, Sekretaris Pengurus Pusat BPPH Pemuda Pancasila menegaskan bahwa aksi tegas Ketua RT Riang Prasetya sudah sesuai dengan Perda No 8 DKI Jakarta Tahun 2007.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Dukung Revisi UU Advokat demi Kepercayaan Publik dan Kualitas Pengacara Indonesia
"Meninjau kasus pembongkaran tempat usaha di Pluit menurut saya terjadi karena adanya pembiaraan, dan adanya ketidakcakapan atau ketidaktahuan masyarakat akan peraturan yang ada," kata Dwi melalui pesan tertulis yang diterima WahanaNews.co pada Senin (29/05/2023).
"Apabila melihat dari aspek hukum berdasarkan Perda No 8 DKI Jakarta Tahun 2007 memang adanya indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak pemilik restoran dalam memberikan ruang sewa bagi para pelaku usaha, serta mendirikan kanopi di atas pipa saluran air,"sambungnya.
Ketua RT RT 011/03 Riang Prasetya mengeklaim telah melaporkan pelanggaran ini sejak awal tepatnya pada tahun 2019, dengan awalnya hanya dua ruko terlibat.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Ucapkan Selamat atas Penyelenggaraan Kongres Nasional IV KAI yang Dihadiri 35 DPD di Bandung
Namun, karena kurangnya tindakan, ruko lain juga ikut ikut-ikutan membangun.
"Bila saja pihak Lurah Pluit, khususnya Camat Penjaringan, segera mengambil tindakan saat saya melaporkan pada awal adanya pelanggaran, karena dibiarkan, maka pemilik ruko lain pun jadi ikut-ikutan melanggar," kata Riang di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (15/5/2023).
Dwi menilai keributan initerjadi akibat kesenjangan komunikasi dan minimnya sosialiasi antara warga dengan pihak pemerintah dalam mensosialisasi peraturan-peraturan dalam ketertiban umum yang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat.
Ia juga menilai Satpol PP tidak hanya memiliki kewajiban untuk menertibkan tetapi juga turut ambil andil dalam mengedukasi.
"Pentingnya peran satpol PP diperlukan juga dalam mengedukasi dan sosialisasi masyarakat dalam peraturan yang berlaku," ujar Dwi.
"Menurut saya, hal ini terjadi karena adanya suatu pembiaraan, karena pelanggaran tersebut sudah dilaporkan sejak tahun 2019 tetapi baru dilakukan pembongkaran di tahun 2023, artinya sekitar 3 tahun," sambungnya.
Sebanyak puluhan warga terdiri atas karyawan dan pemilik ruko di Jalan Niaga, Blok Z 4 Utara, Pluit, Jakarta Utara menggeruduk kantor Ketua RT 011 RW 03 di Pluit, Riang Prasetya.
Aksi puluhan karyawan menggeruduk kantor Riang Prasetya itu dilakukan setelah ruko tempatnya bekerja dibongkar oleh Satpol PP pada Rabu (25/5/2023).
Adapun puluhan karyawan itu menyalahkan Riang Prasetya atas pembongkaran bangunan ruko tempat mereka bekerja. Padahal, deretan ruko itu ditertibkan karena mencaplok bahu jalan dan saluran air.
Riang Prasetya angkat bicara. Ia tidak menampik bahwa saat ini dirinya membutuhkan perlindungan dari pihak kepolisian.
"Kalau permasalahan perlu, pasti saya membutuhkan (perlindungan),” kata Riang, pada Kamis (25/5/2023).
“Pasti setiap warga negara pasti membutuhkan aparat kepolisian. Diminta atau tidak diminta, pasti masyarakat membutuhkan.”sambung Riang.
Riang menjelaskan bahwa dirinya selaku Ketua RT hanya sekadar melaporkan pelanggaran yang dilakukan para pemilik ruko tersebut.
Menanggapi fenomena diatas, Dwi menilai perlunya perlindungan bagi Ketua RT. Karena apa yang dilakukan Ketua RT bukanlah hal yang salah, memang memiliki hak untuk mengadukan setiap pelanggaran yang terjadi demi mewujudkan ketertiban di wilayahnya.
"Ketua RT memang sedang menjalankan tugas dan kewajiban dalam menjaga lingkungan wilayah tempat tinggal. Diharapkan, masyarakat juga dapat menerima segala konsekuensi apabila melakukan pelanggaran," ujar Dwi.
Menurut Dwi perlindungan bagi masing-masing pihak perlu diberikan agar dapat memperoleh kesepakatan damai.
"Sayang sekali aksi perlindungan tersebut disalah gunakan oleh beberapa pihak yang patut dicurigai sebagai upaya dari maneuver politik untuk menarik simpatik warga, karena menjelang tahun 2024 kita semua tahu akan ada Pemilu legislatif," kata Dwi.
"Menurut saya tidak elok apabila seorang politisi hanya duduk pada salah satu pihak, karena sebagai pihak anggota DPR and anggota DPRD seharusnya menjadi penengah atau mengundang kedua belah pihak untuk memediasi agar hal tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah," tutur Dwi.
Menurutnya hal dapat menimbulkan tindakan persekusi, yang berpotensi pada pelanggaran-pelanggaran baru.
[Red: Amanda Zubehor]