WAHANANEWS.CO, Jakarta – Profesor Dr Ir Marsudi Wahyu Kisworo, IPU, diberhentikan dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila (UP) oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP) dengan alasan fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang tak suka padanya dengan alasan berdasarkan fitnah semata.
“Jadi saya diberhentikan oleh pimpinan yayasan. Saya tanya alasannya apa? Disebut seperti yang diberitakan di koran karena kinerja buruk,” kata Marsudi di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Gedung BJ Habibie, Jalan MH Thamrin No.8, RW 1, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Baca Juga:
Debat Kedua PILKADA Jakarta 2024, Akademisi Universitas Pancasila: Hanya Pepesan Kosong
Alasan kedua, bahwa hubungan dirinya dengan yayasan dianggap tidak harmonis. Dan, yang ketiga karena beberapa kali pernah menolak perintah yayasan.
Oleh karena pemecatan ini, Marsudi meminta langsung kepada pimpinan YPP-UP untuk menyampaikan pembelaan diri, namun ditolak.
“Nah, saya minta izin, “Boleh nggak saya membela diri? ‘Oh, nggak ada, nggak bisa. Karena ini sudah final keputusannya. Saya kalau gitu saya ingin menjelaskan aja,” ujar Marsudi menceritakan pembicaraannya dengan Ketua Pembina YPP-UP Dr (HC) Siswono Yudo Husudo dalam rapat yang dihadiri sejumlah pimpinan YPP-UP di Kampus UP, Jalan Raya Lenteng Agung, Kota Jakarta Selatan, beberapa waktu yang lalu.
Baca Juga:
Kasus Pelecehan Rektor UP Sudah Bergulir 8 Bulan, Polisi Belum Tetapkan Tersangka
Profesor Kisworo, yang saat ini menjabat Anggota Dewan Gubernur BRIN melanjutkan penjelasannya kepada WAHANANEWS.CO, sejumlah argumen janggal alasan pemberhentian itu yang dinilai sebagai fitnah ini. Ia merasa ada orang yang memberikan masukan kepada pemimpin yayasan, yaitu orang-orang yang diduga berkaitan dengan penyelewengan pengelolaan uang yayasan-kampus UP.
“Yang pertama evaluasi kinerja. Memang saya ada kontrak tentang kinerja dengan yayasan. Tapi kontrak itu ada klausulnya adalah bahwasanya saya dievaluasi per dua tahun. Padahal saya baru bulan Mei (2024) menjabat rektor. Samua ada klausulnya,” terangnya.
Ia juga menjelaskan, telah memberikan laporan kinerja kepada yayasan, diantaranya laporan keuangan yang berdasarkan auditor eksternal.
“Saya kan punya laporan, laporan keuangan misalkan, yang sudah diaudit oleh auditor luar. Semua evaluasi yang saya buat dianggap tidak memenuhi dalam laporan saya,” ungkapnya.
Kisworo juga menyebut evaluasi terhadap kinerjanya dianggap sangat prematur lantaran dirinya baru kerja 6 bulan. Paling tidak, dievaluasi jika sudah berjalan satu tahun.
“Kalau dalam akademik misalnya Mei, berarti Mei tahun depan dievaluasi. Atau Juli, Juli tahun berikutnya dievaluasi. Kalau kampus itu kan tahun akademiknya, bukan tahun anggarannya. Tahunnya tahun akademik. Jadi saya di evaluasi mesti ya, Agustus nanti 2025. Kemudian ada evaluasi lagi Agustus 2026,” ungkapnya.
Ia juga membantah jika dikatakan hubungannya dengan yayasan kurang baik.
“Itu kan subjektif. Saya dapat mengatakan hubungan saya dengan Yayasan baik-baik saja,” ujar Marsudi.
Kemudian, dalih soal sering menolak perintah yayasan, dibantah Kisworo adalasa yang dibuat-buat. Ia selama ini mengikuti saja arahan YPP-UP, seperti pengangkatan staf yang semestinya adalah kewenangan rektor.
Kisworo mengatakan, hanya pernah menolak permintaan yayasan untuk mengangkat kembali mantan Rektor UP, ETH kembali menjadi dosen.
Meski demikian, Profesor mengaku pernah menolak dua hal perintah yayasan yakni menolak mengaktifkan kembali ETH sebagai dosen.
“Jadi semua ditentukan nama-namanya oleh yayasan. Nah saya tinggal mengangkat aja. Tetapi saya memang mengakui ada dua hal yang saya tolak. Yang pertama adalah mengaktifkan kembali ETH sebagai dosen. Itu saya tolak. Bahkan saya merekomendasikan untuk dicabut status dosennya,” ungkapnya.
Kedua, adalah menolak untuk mengangkat seorang calon wakil rektor bidang keuangan. Alasannya orang tersebut karena saya temukan sedang ada masalah dalam laporan keuangan kampus.
“Yang kedua adalah saya menolak mengangkat ada seorang calon wakil rektor karena ada urusannya dengan temuan audit keuangan kampus. Sudah diusulkan Yayasan, saya tolak karena ada sejarahnya,” tambahnya.
Sebutnya, jadi ketika tes di yayasan lulus.
“Tetapi pada bulan Januari (2025) saya menerima laporan audit dari kantor akuntan publik bahwa yang bersangkutan itu ada masalah. Pertanggungjawaban keuangan yang tidak bisa diterima oleh auditor. Nah saya tidak menolak. Saya mengatakan ke yayasan untuk ditunda dulu. Sampai masalah yang bersangkutan itu clear. Karena ini masalah audit,” imbuh Marsudi.
Keputusan Profesor Marsudi Wahyu Kisworo untuk menunda pengangkatan wakil rektor itu mendapat tanggapan dari pihak yayasan.
“Yayasan nggak mau tau. Pokoknya harus diangkat gitu. Bahkan, akhirnya yayasan mengeluarkan surat sendiri. SK pengangkatan yang bersangkutan. Nah, evaluasi dan pengangkatan ini dua-duanya melanggar statuta. Karena di statuta dan di dalam hukum perundang-undangan kita yang mengevaluasi itu kan rektor, bukan yayasan. Yang mengevaluasi itu adalah Senat. Saya ada kontrak dengan yayasan. Harusnya kontrak itu diberikan pada Senat,” jenisnya.
Menurut Profesor, pengangkatan wakil rektor melalui SK yang dikeluarkan yayasan itu melanggar statuta.
“Di statuta dikatakan yang mengangkat wakil rektor adalah rektor. Bukan Yayasan yang bikin SK sendiri seperti itu. Makanya itu saya bilang, saya menolak ini,” imbuhnya.
Marsudi menolak semua alasan pemberhentian dirinya. Namun karena pihak yayasan menyebut keputusan pemberhentian dirinya sudah final, ia pun akan melaporkan permasalahan ini ke kementerian terkait dulu, bahkan jika perlu ke jalur hukum.
“Memberhentikan seseorang harus ada prosedur seperti surat peringatan, SP-1 kemudian ada SP-2. Itu sudah ada undang-undang kan. Nggak bisa ucup-ucup kasih berhenti. Karena itu, alasan-alasan tadi yang dilakukan memecat saya nggak bisa terima,” jelasnya.
Apalagi, kata dia, semua alasan yang ditujukan kepada dirinya tidak seperti pada kenyataannya, dan tidak prosedural, artinya tidak sesuai statuta dan melanggar undang-undang.
“Apalagi langsung yayasan memberhentikan. Itu nggak boleh. Makanya kemarin di kementerian juga kasusnya dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang oleh yayasan,” ungkapnya.
Permasalahan pemberhentian ini sudah sampai ke Menteri Pendidikan Tinggi.
“Sudah sampai di Pak Menteri. Mungkin akan ada tindakan minggu depan dari kementerian,” jelasnya.
Sengkarut urusan Universitas Pancasila ini menjadi kisruh lantaran ada sinyalemen pelecehan Rektor UP waktu itu, ETH kepada dua puan staf kampus, RZ dan DF.
Kemudian, ETH dicopot, lalu Marsudi lulus diangkat menjadi rektor, medio Mei 2024. Namun, tak lama, Marsudi pun dipecat oleh YPP-UP, terjadi di saat kasus asusila ETH,
Polda Metro Jaya sedang mengusut kasus dugaan asusila ini.
Laporan puan RZ di kepolisian adalah LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 12 Januari 2024. dan laporan DF di Bareskrim Polri, yaitu LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri bertanggal 29 Januari 2024. Namun aneh, penanganan kedua laporan kepolisian ini, sudah lebih setahun lewat belum ada penyelesaian.
ETH telak membantah sangkaan ini.
[Redaktur: Hendrik Isnaini Raseukiy]