WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mendesak Polri untuk segera memecat serta menjatuhkan hukuman pidana kepada dua anggota kepolisian yang terlibat dalam pungutan liar (pungli) dan pemerasan terhadap 12 kepala sekolah di Sumatera Utara.
Total uang yang dikumpulkan kedua pelaku mencapai Rp 4,7 miliar.
Baca Juga:
Komisi III DPR Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Keluarga Korban Iptu Tomi Samuel Marbun, Ini Kesimpulannya
Menurut Sahroni, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mencoreng nama baik institusi Polri.
"Oknum pemeras seperti ini sudah terlalu sering kita dengar, dan mereka yang merusak citra kepolisian. Saya minta agar mereka tidak hanya dipecat, tetapi juga dijerat dengan hukuman pidana," ujar Sahroni pada wartawan, Rabu (19/3/2025).
Lebih lanjut, Sahroni meminta agar aparat kepolisian menelusuri aliran dana hasil pemerasan. Ia meyakini bahwa praktik tersebut melibatkan lebih dari dua pelaku.
Baca Juga:
Ahmad Sahroni Dukung Instruksi Kapolri: Pejabat Polisi Wajib Punya Akun Medsos
"Lacak aliran uangnya, karena tidak mungkin mereka beraksi sendirian. Pasti ada pihak lain yang ikut menikmati hasil kejahatan ini," tegasnya.
Sahroni menduga bahwa miliaran rupiah yang diperoleh dari pungli tidak hanya digunakan oleh dua tersangka, melainkan juga mengalir ke pihak lain dalam jaringan tersebut.
Ia pun menilai kasus ini sebagai momentum untuk membersihkan Polri dari oknum-oknum bermasalah.
"Saya minta Kortastipidkor mengusut tuntas kasus ini. Kalau ada pelaku lain, sikat habis dan pecat semuanya. Polisi yang mentalnya seperti ini tidak pantas berada di institusi kepolisian. Ini saatnya untuk bersih-bersih," tandas Sahroni.
Diketahui, Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah menetapkan dua anggota polisi Polda Sumatera Utara sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dana alokasi khusus (DAK) di sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN).
Dua tersangka, Brigadir B dan Kompol RS, diduga meminta pungutan dari 12 kepala sekolah dengan total mencapai Rp 4,7 miliar.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]