Namun, proses pengusutan kasusnya akan ditangani oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI.
"Terhadap dua orang tersangka HA dan ABC, yang diduga sebagai penerima suap, penanganan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses lebih lanjut. Hal ini akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam undang-undang," jelasnya, seraya menambahkan bahwa nantinya penahanan akan dilakukan Puspom TNI.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Dalam perkembangan kasus tersebut, disebutkan bahwa sejak tahun 2021, Basarnas telah mengadakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE Basarnas dan dapat diakses oleh publik.
Pada tahun 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan yang mencakup pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan senilai Rp9,9 miliar; pengadaan peralatan diving keselamatan publik senilai Rp17,4 miliar; dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) senilai Rp89,9 miliar.
Agar bisa memenangkan ketiga proyek tersebut, Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil melakukan pendekatan secara pribadi dengan bertemu langsung dengan Henri Alfiandi dan orang dekatnya yang bernama Afri Budi.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
"Dalam pertemuan tersebut, diduga terjadi kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang sebagai fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak," ungkap Alexander Marwata.
"Besaran fee ini diduga ditentukan langsung oleh Henri Alfiandi," lanjutnya.
Hasil dari pertemuan dan kesepakatan tersebut adalah Henri Alfiandi bersedia mengatur dan menunjuk perusahaan Mulsunadi dan Marilya sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan pada tahun anggaran 2023.